Bung Karno memiliki pandangan yang kuat tentang kemerdekaan bangsa Indonesia, yaitu bahwa kemerdekaan itu tidak hanya merupakan kebebasan dari pemerintahan kolonial, tetapi juga dari eksploitasi manusia terhadap manusia dan bangsa terhadap bangsa. Dalam acara "Sukarno and The Making of The News World" di Teater Besar Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta, Kepala Badan Sejarah Indonesia DPP PDI Perjuangan Bonnie Triyana menekankan pentingnya memperjuangkan semangat Bandung yang mulai pudar.
Menurut Bonnie, Soekarno adalah tokoh sentral dalam menyatukan bangsa-bangsa Asia dan Afrika melalui Konferensi Asia-Afrika (KAA) 1955 di Bandung. Soekarno bersama tokoh dunia seperti Jawaharlal Nehru (India), Gamal Abdel Nasser (Mesir), John Kotelawala (Sri Lanka), dan U Nu (Burma/Myanmar) membangun solidaritas melawan kolonialisme dan ketidakadilan global.
Dalam konteks itu, Bonnie menuturkan bahwa Indonesia di bawah kepemimpinan Soekarno tak hanya menjadi simbol kemerdekaan politik, tetapi juga pusat moral gerakan anti-kolonial dunia. Semangat internasionalisme Bung Karno adalah cerminan kemanusiaan universal yang mulai pudar.
Penyebutan ini disokong oleh sejarawan asal Belgia, David Van Reybrouck, penulis buku "Revolusi Indonesia and the Birth of The Modern World" yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. David menyatakan bahwa KAA Bandung merupakan tonggak sejarah yang mengubah wajah dunia. Ia menilai semangat Bandung mencerminkan optimisme dan harapan bangsa-bangsa baru merdeka pasca-Perang Dunia II.
Namun, semangat Bandung hanya bertahan sejenak dan hancur pada 1965, seiring perubahan politik global dan campur tangan kekuatan besar. Dengan demikian, kita harus terus memperjuangkan semangat Bung Karno yang masih hidup dalam hati bangsa Indonesia.
Menurut Bonnie, Soekarno adalah tokoh sentral dalam menyatukan bangsa-bangsa Asia dan Afrika melalui Konferensi Asia-Afrika (KAA) 1955 di Bandung. Soekarno bersama tokoh dunia seperti Jawaharlal Nehru (India), Gamal Abdel Nasser (Mesir), John Kotelawala (Sri Lanka), dan U Nu (Burma/Myanmar) membangun solidaritas melawan kolonialisme dan ketidakadilan global.
Dalam konteks itu, Bonnie menuturkan bahwa Indonesia di bawah kepemimpinan Soekarno tak hanya menjadi simbol kemerdekaan politik, tetapi juga pusat moral gerakan anti-kolonial dunia. Semangat internasionalisme Bung Karno adalah cerminan kemanusiaan universal yang mulai pudar.
Penyebutan ini disokong oleh sejarawan asal Belgia, David Van Reybrouck, penulis buku "Revolusi Indonesia and the Birth of The Modern World" yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. David menyatakan bahwa KAA Bandung merupakan tonggak sejarah yang mengubah wajah dunia. Ia menilai semangat Bandung mencerminkan optimisme dan harapan bangsa-bangsa baru merdeka pasca-Perang Dunia II.
Namun, semangat Bandung hanya bertahan sejenak dan hancur pada 1965, seiring perubahan politik global dan campur tangan kekuatan besar. Dengan demikian, kita harus terus memperjuangkan semangat Bung Karno yang masih hidup dalam hati bangsa Indonesia.