Pemerintahan Prabowo Subianto dalam setahun telah menunjukkan jejak-jejak tidak baik dalam mengembangkan demokrasi di Indonesia. Ray Rangkuti, seorang pengamat politik, menilai bahwa penguatan demokrasi belum ada yang jelas dalam penerapannya.
Pemerintah pusat terus memperkuat kekuasaannya dengan cara mengambil alih kewenangan daerah. Hal ini tercermin dari pengelolaan proyek-proyek strategis nasional, di mana pemerintah pusat semakin besar kekuasannya dan otonomi daerah menjadi semakin lemah.
"Gejala pemusatan kekuasaan yang berlebihan ini telah terjadi sejak era pemerintahan Pak Jokowi. Izin-izin yang sebelumnya berada di tangan pemerintah daerah kini digantikan oleh pemerintah pusat," katanya.
Salah satu contoh dari kebijakan seperti itu adalah transfer keuangan daerah, di mana pemerintah pusat mengambil alih dana tanpa kesepakatan dengan daerah. Akibatnya, banyak kepala daerah mengeluh kesulitan membiayai pembangunan di wilayah mereka.
Selain itu, pemerintah juga mendorong program-program nasional seperti MBG dan proyek-proyek besar lainnya yang hanya mengefektikan pada sentralisasi kekuasaan. Daerah hanya menjadi pelaksana tanpa dilibatkan dalam proses perencanaan substansial.
Demokrasi yang sehat memerlukan ruang partisipasi daerah dan masyarakat dalam perumusan kebijakan, tetapi yang terjadi saat ini adalah pemerintah pusat ingin dipahami sedangkan daerahnya sendiri tidak ingin dipahami oleh pusat.
Pemerintah pusat terus memperkuat kekuasaannya dengan cara mengambil alih kewenangan daerah. Hal ini tercermin dari pengelolaan proyek-proyek strategis nasional, di mana pemerintah pusat semakin besar kekuasannya dan otonomi daerah menjadi semakin lemah.
"Gejala pemusatan kekuasaan yang berlebihan ini telah terjadi sejak era pemerintahan Pak Jokowi. Izin-izin yang sebelumnya berada di tangan pemerintah daerah kini digantikan oleh pemerintah pusat," katanya.
Salah satu contoh dari kebijakan seperti itu adalah transfer keuangan daerah, di mana pemerintah pusat mengambil alih dana tanpa kesepakatan dengan daerah. Akibatnya, banyak kepala daerah mengeluh kesulitan membiayai pembangunan di wilayah mereka.
Selain itu, pemerintah juga mendorong program-program nasional seperti MBG dan proyek-proyek besar lainnya yang hanya mengefektikan pada sentralisasi kekuasaan. Daerah hanya menjadi pelaksana tanpa dilibatkan dalam proses perencanaan substansial.
Demokrasi yang sehat memerlukan ruang partisipasi daerah dan masyarakat dalam perumusan kebijakan, tetapi yang terjadi saat ini adalah pemerintah pusat ingin dipahami sedangkan daerahnya sendiri tidak ingin dipahami oleh pusat.