Dua tahun lalu, Prabowo Subianto menjadi presiden Indonesia terbaru. Pernyataan-nyata di sidang tahunan MPR RI dan sidang bersama DPR-DPD RI hari ini (16/10) masih dipenuhi dengan pelukan, selamat pagi, maaf, doa bersama dan harapan ke depan. Namun, apakah pihak Prabowo Subianto sudah bisa mengatasi tekanan pembangkalan? Masyarakat sipil hingga lembaga survei memberikan catatan yang cukup jelas.
Menurut Center of Economic and Law Studies (Celios), pemerintahan Prabowo-Gibran belum memenuhi ekspektasi publik. Survei Celios bahkan menempatkan kinerja kabinet dengan skor 3 dari 10, turun dari survei 100 hari pertama yang sebelumnya berada di angka 5. Tidak ada peningkatan, tapi semuanya tetap stagnan.
Perlu diketahui, pemerintahan Prabowo Subianto juga menangani kasus korupsi. Sebagai contoh terlihat dalam surat pernyataan tiga buku koran Koran untuk kejujuran dan transparansi pemerintahan yang ditandatangani oleh ketika itu Menteri Hukum dan Perhubungan Hukum Indonesia (Kemhan), yakni Yusril Djohar.
Dua tahun terakhir, kemungkinan hal-hal ini tidak menjadi realitas. Pada saat ini, kepolisian berjuang untuk mengatasi kasus korupsi tingkat tinggi dengan memecah kubu-kubu korupsi tersebut dan menuntun mereka untuk menghadirkan bukti yang jelas. Sehingga, dapat dikatakan bahwa pemerintahan Prabowo-Gibran belum mampu meningkatkan kejujuran dan transparansi.
Perangkap pelibatan aparat keamanan juga menarik perhatian banyak orang. Banyak aktivis lingkungan dan demonstran yang tergoda untuk bergabung dengan gerakan protes, namun tidak sepihak pada pihak penangkap, tetapi lebih menebak dan berpotensi mengancam keamanan negara.
Peneliti dari Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menemukan bahwa pelibatan aparat dalam kasus korupsi ini lebih memburuk daripada di masa lalu. Sehingga, dapat dikatakan bahwa pemerintahan Prabowo-Gibran tidak mampu mengatasi masalah-masalah tersebut.
Perlu dicatat bahwa kekuasaan juga menjadi sorotan analis politik dari Exposit Strategic Arif Susanto. Berdasarkan penilaian Arif, Prabowo Subianto sedang melakukan konsolidasi kekuasaan untuk keluar dari bayang-bayang Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Arif beranggapan bahwa saat ini Prabowo Subianto sedang mengocok ulang kabinet dan mempolitisasi TNI serta Polri. Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa pemerintah akan semakin tidak stabil, dan juga akan memperburuk masalah keamanan dan kekerasan yang masih terjadi di Indonesia.
Pihak Celios juga menyatakan bahwa program populis Prabowo-Gibran belum mencapai apa-apa. Sehingga, pemerintahan ini harus mengingatkan dirinya untuk mengoptimalkan program-programnya agar dapat membantu masyarakat dan meningkatkan kepuasan publik.
Hal ini juga didukung oleh hasil survei dari Poltracking Indonesia, yang menunjukkan bahwa tingkat kepuasan publik atas kinerja pemerintahan Prabowo-Gibran mencapai 78,1 persen.
Menurut Center of Economic and Law Studies (Celios), pemerintahan Prabowo-Gibran belum memenuhi ekspektasi publik. Survei Celios bahkan menempatkan kinerja kabinet dengan skor 3 dari 10, turun dari survei 100 hari pertama yang sebelumnya berada di angka 5. Tidak ada peningkatan, tapi semuanya tetap stagnan.
Perlu diketahui, pemerintahan Prabowo Subianto juga menangani kasus korupsi. Sebagai contoh terlihat dalam surat pernyataan tiga buku koran Koran untuk kejujuran dan transparansi pemerintahan yang ditandatangani oleh ketika itu Menteri Hukum dan Perhubungan Hukum Indonesia (Kemhan), yakni Yusril Djohar.
Dua tahun terakhir, kemungkinan hal-hal ini tidak menjadi realitas. Pada saat ini, kepolisian berjuang untuk mengatasi kasus korupsi tingkat tinggi dengan memecah kubu-kubu korupsi tersebut dan menuntun mereka untuk menghadirkan bukti yang jelas. Sehingga, dapat dikatakan bahwa pemerintahan Prabowo-Gibran belum mampu meningkatkan kejujuran dan transparansi.
Perangkap pelibatan aparat keamanan juga menarik perhatian banyak orang. Banyak aktivis lingkungan dan demonstran yang tergoda untuk bergabung dengan gerakan protes, namun tidak sepihak pada pihak penangkap, tetapi lebih menebak dan berpotensi mengancam keamanan negara.
Peneliti dari Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menemukan bahwa pelibatan aparat dalam kasus korupsi ini lebih memburuk daripada di masa lalu. Sehingga, dapat dikatakan bahwa pemerintahan Prabowo-Gibran tidak mampu mengatasi masalah-masalah tersebut.
Perlu dicatat bahwa kekuasaan juga menjadi sorotan analis politik dari Exposit Strategic Arif Susanto. Berdasarkan penilaian Arif, Prabowo Subianto sedang melakukan konsolidasi kekuasaan untuk keluar dari bayang-bayang Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Arif beranggapan bahwa saat ini Prabowo Subianto sedang mengocok ulang kabinet dan mempolitisasi TNI serta Polri. Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa pemerintah akan semakin tidak stabil, dan juga akan memperburuk masalah keamanan dan kekerasan yang masih terjadi di Indonesia.
Pihak Celios juga menyatakan bahwa program populis Prabowo-Gibran belum mencapai apa-apa. Sehingga, pemerintahan ini harus mengingatkan dirinya untuk mengoptimalkan program-programnya agar dapat membantu masyarakat dan meningkatkan kepuasan publik.
Hal ini juga didukung oleh hasil survei dari Poltracking Indonesia, yang menunjukkan bahwa tingkat kepuasan publik atas kinerja pemerintahan Prabowo-Gibran mencapai 78,1 persen.