Kecelakaan Tragis di Pondok Pesantren, Apa yang terjadi?
Pondok pesantren Al Khoziny di Buduran, Sidoarjo, menjadi sorotan perhatian masyarakat dan keluarga korban setelah kecelakaan yang menimpa mereka berlangsung. Seorang anak pendiam bernama Farhan, santri kelas dua madrasah aliyah itu menjadi salah satu korban ambruknya gedung pondok pesantren itu.
Farhan, 17 tahun, ditemukan mati di rumah sakit Bhayangkara setelah sembilan hari pencarian. Pencarian itu dilakukan oleh ayahnya, Muhammad Siyam, yang terjaga sepanjang waktu menanti kabar tentang keberadaan anaknya. "Saya ke lokasi mencari Farhan. Sempat ke runtuhan. Tanya ke teman-temannya, Farhan mana? Enggak ada," ucapnya saat ditemui di rumahnya.
Keluarga besarnya juga terus mencari keberadaan Farhan, meskipun hasilnya masih nihil. Namun, akhirnya, pada Selasa (7/10) malam, jenazahnya teridentifikasi di RS Bhayangkara.
Farhan dikenal sebagai sosok yang sederhana dan tak banyak menuntut. Ia tak pernah bercerita tentang cita-citanya, tapi pernah berpesan agar adiknya, yang kini masih kelas tiga SD, disekolahkan di sekolah Islam agar kelak lebih mudah menyesuaikan diri jika ingin mondok.
Keluarga Farhan memilih untuk menerima kehilangan ini dan tidak ada amarah. Mereka percaya bahwa kejadian yang menimpa Farhan sudah digariskan. "Yang pasti kami sudah lega menemukan keluarga kami. Itu fokusnya kita itu aja," ucap sepupunya, Khoiru Ummah.
Gedung tiga lantai termasuk musala di asrama putra Pondok Pesantren Al Khoziny ambruk pada Senin (29/9) pekan lalu. Saat kejadian, Farhan bersama ratusan santri lainnya tengah melaksanakan Salat Asar berjemaah di gedung yang masih dalam tahap pembangunan tersebut.
Kejadian ini menimbulkan pertanyaan mengenai apa yang terjadi kepada anak-anak pendiam seperti Farhan. Apakah mereka benar-benar siap untuk mondok dan meninggalkan dunia luar? Atau apakah kecelakaan ini merupakan peringatan bagi kita semua tentang pentingnya keselamatan dan keseimbangan dalam kehidupan kita sehari-hari?
Pondok pesantren Al Khoziny di Buduran, Sidoarjo, menjadi sorotan perhatian masyarakat dan keluarga korban setelah kecelakaan yang menimpa mereka berlangsung. Seorang anak pendiam bernama Farhan, santri kelas dua madrasah aliyah itu menjadi salah satu korban ambruknya gedung pondok pesantren itu.
Farhan, 17 tahun, ditemukan mati di rumah sakit Bhayangkara setelah sembilan hari pencarian. Pencarian itu dilakukan oleh ayahnya, Muhammad Siyam, yang terjaga sepanjang waktu menanti kabar tentang keberadaan anaknya. "Saya ke lokasi mencari Farhan. Sempat ke runtuhan. Tanya ke teman-temannya, Farhan mana? Enggak ada," ucapnya saat ditemui di rumahnya.
Keluarga besarnya juga terus mencari keberadaan Farhan, meskipun hasilnya masih nihil. Namun, akhirnya, pada Selasa (7/10) malam, jenazahnya teridentifikasi di RS Bhayangkara.
Farhan dikenal sebagai sosok yang sederhana dan tak banyak menuntut. Ia tak pernah bercerita tentang cita-citanya, tapi pernah berpesan agar adiknya, yang kini masih kelas tiga SD, disekolahkan di sekolah Islam agar kelak lebih mudah menyesuaikan diri jika ingin mondok.
Keluarga Farhan memilih untuk menerima kehilangan ini dan tidak ada amarah. Mereka percaya bahwa kejadian yang menimpa Farhan sudah digariskan. "Yang pasti kami sudah lega menemukan keluarga kami. Itu fokusnya kita itu aja," ucap sepupunya, Khoiru Ummah.
Gedung tiga lantai termasuk musala di asrama putra Pondok Pesantren Al Khoziny ambruk pada Senin (29/9) pekan lalu. Saat kejadian, Farhan bersama ratusan santri lainnya tengah melaksanakan Salat Asar berjemaah di gedung yang masih dalam tahap pembangunan tersebut.
Kejadian ini menimbulkan pertanyaan mengenai apa yang terjadi kepada anak-anak pendiam seperti Farhan. Apakah mereka benar-benar siap untuk mondok dan meninggalkan dunia luar? Atau apakah kecelakaan ini merupakan peringatan bagi kita semua tentang pentingnya keselamatan dan keseimbangan dalam kehidupan kita sehari-hari?