Santri Pendiam Itu Berpulang dalam Ibadah Panjangnya di Al Khoziny

Sembilan Hari Mencari Sang Putra, Keluarga Sang Pendiam Terakhir Menemukan Jenazah

Di rumah Muhammad Siyam di Kutisari, Surabaya, Kamis (9/10), ayah sang putranya Farhan menangis tak berhenti. Ia mencari anaknya yang menjadi salah satu korban kejadian ambruk gedung Pondok Pesantren Al Khoziny di Buduran.

Farhan, seorang santri kelas dua madrasah aliyah, meninggal dalam keadaan sedang salat berjamaah bersama ratusan santri lainnya saat kejadian. Jenazahnya teridentifikasi pada Selasa (7/10) malam di RS Bhayangkara.

"Saya ke lokasi mencari Farhan. Sempat ke runtuhan. Tanya ke teman-temannya, Farhan mana? Enggak ada," kata Siyam saat ditemui CNN Indonesia.

Menurut ayah Sang Pendiam, sembilan hari pencarian itu berakhir dengan kepedihan keluarga. "Senin (29/10) malam Magrib saya ke sana. Sampai ketemu Selasa. Jadi sembilan hari saya mencari," ucapnya.

Keluarga besarnya Farhan mengenang perubahan besar pada diri Sang Pendiam sejak ia menjadi santri. Setelah mondok, anak mereka dikenal lebih santun dan taat beribadah. "Setelah mondok ini ya banyak perubahan jadi lebih santun gitu. Dulu pasti [ada] kenakalan anak kecil, tapi setelah mondok jauh lebih santun. Mengamalkan apa yang diajarkan di pondok," ujar sepupunya Khoiru Ummah.

Perilaku Sang Pendiam mencerminkan kedewasaan yang tumbuh lebih cepat dari usianya. Ia sering terlihat ke musala untuk salat berjamaah saat pulang ke rumah, terutama ketika ia berlibur pada peringatan Maulid Nabi.

Keluarga memilih untuk menerima kehilangan anak mereka. "Yang pasti kami sudah lega menemukan keluarga kami. Itu fokusnya kita itu aja," ucap Ummah.

Jenazah Farhan dimakamkan di Bangkalan, di tanah kelahiran ayahnya. Mereka mengantar kepulangan anak pertama dari dua bersaudara itu dengan hati yang nyaris runtuh, tapi pasrah. Karena mereka percaya, Farhan pulang dalam keadaan terbaik.
 
Makasih sekali CNN Indonesia sudah menceritakan kisah sang putra. Saya rasa ini sedikit berdrastis banget ya, sembilan hari pencarian yang bisa menghantarkan keluarga itu begitu bingung. Saya pernah lihat aki-akinya, Pak Muhammad Siyam, selalu ikut ke masjid untuk salat jamaah, padahal dia itu juga kawan dengan rekan-rekan FPI. Saya pikir ini bisa menjadi pelajaran bagi kita semua tentang pentingnya kesabaran dan tidak terburu-buru dalam mencari solusi.
 
aku senang sekali ya! keluarga yang menerima kehilangan anaknya ternyata adalah keluarga pendiam, tapi gak salah juga sih, yang penting ada keluarga yang sengaja mencari cari sang putra dan tidak menyerah. aku rasa ini memang contoh dari teori barat yang mengatakan "resilienz" yaitu kemampuan seseorang untuk membentuk diri kembali setelah mengalami kehilangan atau kesulitan. keluarga tersebut terlihat sangat bersemangat dan tidak menyerah ketika mencari anak mereka, dan akhirnya berhasil menemukan jenazah anak mereka. aku senang sekali bisa melihat contoh nyata dari teori ini di Indonesia ๐Ÿ™
 
๐Ÿ˜” Semakin lama aku baca tentang kasus ini, semakin jelas aku pikir ada sesuatu yang salah di balik peristiwa ini. Sang Pendiam, ayah Farhan, seharusnya bisa lebih proaktif dalam mencari putranya saat kejadian itu. Mungkin beliau terlalu fokus pada ajaran-ajaran di pondok dan tidak mempertimbangkan keselamatan anaknya. ๐Ÿ’” Selain itu, aku pikir perubahan besar yang terjadi pada Sang Pendiam setelah mondok itu bukanlah kebaikan semata, tapi juga bisa berarti bahwa beliau lebih fokus pada hukum dan ketidakpastian di dunia ini daripada mengembangkan diri sebagai orang tua. ๐Ÿค”
 
Mencari anaknya selama sembilan hari itu sangat berat bagi keluarga Sang Pendiam ๐Ÿค•. Saya harap bisa membantu meningkatkan kesadaran tentang pentingnya infrastruktur yang baik di tempat-tempat sekolah dan pendidikan formal, sehingga tidak ada kejadian seperti ini lagi ๐Ÿ˜”.
 
Sembilan hari pencarian anaknya, sepertinya masih sangat sulit untuk dimaknai oleh keluarga Sang Pendiam ๐Ÿ˜”. Menurutku, sembilan hari itu bukanlah penghinaan atau ketidakpercayaan pada ayah Sang Pendiam, tapi lebih kepada kesabaran dan kekuatan hati yang luar biasa ๐Ÿ™. Ayah Sang Pendiam memang berusaha mencari anaknya dengan tulus, dan akhirnya dia mendapat kabar baik ๐Ÿ’ก. Memang tidak ada jaminan bahwa anaknya akan ditemukan, tapi setidaknya ayah Sang Pendiam tidak menyerah ๐Ÿ˜Š. Yang penting adalah keluarga Sang Pendiam bisa menemukan keheningan dan lega setelah sembilan hari pencarian yang berat ๐Ÿ™Œ.
 
Makasih lah CNN Indonesia ujarin berita yang sedih sekali itu... Aku rasa kalau saat-saat seperti ini aku tidak bisa tidak merasa sedih. Dulu aku juga pernah menjadi santri, dan aku tahu betapa pentingnya agama dalam hidup kita. Sang Pendiam pasti sedih, tapi aku rasa keluarganya sudah melakukan hal yang tepat dengan menerima kehilangan anak mereka... Aku ingat saat-saat itu aku pernah merasa sangat duniaku, tapi kemudian aku melihat orang lain yang juga mengalami kesedihan yang sama. Aku rasa kita semua harus bersatu dan mendukung satu sama lain dalam saat-saat sulit seperti ini ๐Ÿ˜”
 
๐Ÿค• Sembilan hari pencarian Sang Pendiam itu luar biasa! Tapi apa yang aku rasakan adalah kesedihan yang tak berkesudahan. Mungkin keluarga keliru dengan rencana tersebut, tapi saya pikir mereka memang butuh waktu untuk menyesali keputusan tersebut. Yang penting adalah keluarga bisa menemukan Sang Pendiam dan mengakhiri pencarian yang panjang. ๐Ÿ™ Namun, aku rasa ini bisa menjadi kesempatan untuk kita berdiskusi tentang kualitas pendidikan dan pengawasan di pondok pesantren. Karena, jelas-jelas, anaknya yang menjadi korban itu adalah santri, tapi apa yang bisa dilakukan? Mungkin ada cara lain untuk mencegah kejadian seperti ini terjadi lagi di masa depan. ๐Ÿค”
 
Aneh sekali, perubahan Sang Pendiam begitu cepat. Dulu lagi dia anak kecil yang suka berkenakalan, tapi setelah munduk, langsung jadi anak yang pintar dan taat beribadah. Tapi, apakah hal ini benar-benar karena pengaruh pendidikan di pondok? ๐Ÿค”

Mungkin perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang efek pendidikan di pondok terhadap perkembangan anak. Bisa jadi ada hal lain yang menyebabkan perubahan itu, seperti faktor lingkungan atau keadaan keluarga.

Tapi, apakah kita bisa melupakan kehilangan anak kita dengan begitu saja? ๐Ÿคทโ€โ™‚๏ธ Kenapa keluarga Farhan memilih untuk menerima kehilangan anak mereka dan mengantar kepulangan anak pertama dari dua bersaudara itu dengan hati yang nyaris runtuh? Perlu dilakukan diskusi lebih lanjut tentang bagaimana kita bisa menghadapi kehilangan ini dengan bijak. ๐Ÿ’”
 
๐Ÿค• Sedih sekali ya... korban kejadian ambruk gedung Pondok Pesantren Al Khoziny itu masih banyak di Indonesia ๐ŸŒฟ๐Ÿšจ. Mencari putra mereka yang menjadi salah satu korban itu seminggu belum berakhir, tapi akhirnya keluarga bisa menemukan jenazah sang anak ๐Ÿ‘ถ. Kenapa banyak kejadian seperti ini di Indonesia? Apakah kita butuh perubahan agama atau mungkin perubahan pendidikan di madrasah-madrasah? ๐Ÿค”
 
ini kalimat yang bikin aku sedih sekali... siap-siap 9 hari pencarian korban kecelakaan itu punya hasilnya? anaknya masih hidup di tanah keluarganya aja... rasanya sama ari, tapi aku paham kalau keluarga dia tidak mau berbohong lagi. mungkin ada yang salah jalan, tapi apa yang penting adalah mereka sudah menemukan sang putra, dan itu sudah cukup untuk mereka ๐Ÿ’”
 
kembali
Top