Kontroversi mengenai posisi santri dan pesantren dalam masyarakat Indonesia telah terus berkepanjangan. Namun, kata ketua DPP PDIP, Said Abdullah, semuanya sudah tidak relevan lagi.
Menurutnya, stigma bahwa santri berpandangan kolot dan tertinggal sudah tidak ada lagi, karena banyak pesantren kini melahirkan wirausaha muda dan profesional di berbagai bidang. "Santri dan dunia pesantren kerapkali diasosiasikan ndeso, kurang pergaulan, dan berpandangan kolot, bahkan digambarkan memelihara budaya feodal," kata Said Abdullah dalam keterangannya memperingati Hari Santri Nasional 2025.
Tapi, kata Said, hal itu tidak lagi benar. Banyak sekali pesantren yang telah berakselerasi dengan perkembangan zaman. Para santri kini tidak hanya dibekali ilmu agama, tetapi juga berbagai keahlian seperti komputer, bahasa asing, menjahit, beternak, hingga jurnalisme dan fotografi. Hal ini menunjukkan bahwa pesantren telah menjadi ruang pembentukan karakter sekaligus pusat pemberdayaan ekonomi dan sosial.
Contohnya adalah beberapa pesantren yang berhasil membangun kemandirian ekonomi, seperti Pesantren Sidogiri di Pasuruan yang memiliki jaringan toko ritel di lebih dari 125 lokasi di Jawa dan Kalimantan, serta Pesantren Lirboyo di Kediri yang mengembangkan usaha roti, pengolahan sampah plastik, dan depo air minum. "Dua contoh diatas hanya sedikit ulasan dari banyaknya kegiatan wirausaha di pesantren. Bila kita ulas satu per satu, akan sangat banyak sekali gambaran kegiatan usaha yang digawangi oleh para santri di pesantren," ujar Said Abdullah.
Saya berharap, kata-kata Said Abdullah dapat membantu menghilangkan stigma yang ada terhadap santri dan pesantren. Sebenarnya, banyak pesantren yang telah menjadi pusat pemberdayaan ekonomi dan sosial, sehingga para santri tidak hanya sekedar dibekali ilmu agama, tetapi juga berbagai keahlian yang membantu mereka dalam hidup sehari-hari.
Menurutnya, stigma bahwa santri berpandangan kolot dan tertinggal sudah tidak ada lagi, karena banyak pesantren kini melahirkan wirausaha muda dan profesional di berbagai bidang. "Santri dan dunia pesantren kerapkali diasosiasikan ndeso, kurang pergaulan, dan berpandangan kolot, bahkan digambarkan memelihara budaya feodal," kata Said Abdullah dalam keterangannya memperingati Hari Santri Nasional 2025.
Tapi, kata Said, hal itu tidak lagi benar. Banyak sekali pesantren yang telah berakselerasi dengan perkembangan zaman. Para santri kini tidak hanya dibekali ilmu agama, tetapi juga berbagai keahlian seperti komputer, bahasa asing, menjahit, beternak, hingga jurnalisme dan fotografi. Hal ini menunjukkan bahwa pesantren telah menjadi ruang pembentukan karakter sekaligus pusat pemberdayaan ekonomi dan sosial.
Contohnya adalah beberapa pesantren yang berhasil membangun kemandirian ekonomi, seperti Pesantren Sidogiri di Pasuruan yang memiliki jaringan toko ritel di lebih dari 125 lokasi di Jawa dan Kalimantan, serta Pesantren Lirboyo di Kediri yang mengembangkan usaha roti, pengolahan sampah plastik, dan depo air minum. "Dua contoh diatas hanya sedikit ulasan dari banyaknya kegiatan wirausaha di pesantren. Bila kita ulas satu per satu, akan sangat banyak sekali gambaran kegiatan usaha yang digawangi oleh para santri di pesantren," ujar Said Abdullah.
Saya berharap, kata-kata Said Abdullah dapat membantu menghilangkan stigma yang ada terhadap santri dan pesantren. Sebenarnya, banyak pesantren yang telah menjadi pusat pemberdayaan ekonomi dan sosial, sehingga para santri tidak hanya sekedar dibekali ilmu agama, tetapi juga berbagai keahlian yang membantu mereka dalam hidup sehari-hari.