MUI dan DJP Berdiskusi terkait Kenaikan PBB-P2, Apakah Daerah Atau Pusat?
Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto menjelaskan bahwa jika MUI membahas tentang pajak berkeadilan, maka yang disoroti adalah PBB Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2). Namun, pemerintah pusat tidak memiliki tanggung jawab atas PBB-P2. Menurut Bimo, kebijakan dan tarif terkait dengan PBB-P2 di daerah.
Sementara itu, Ketua Bidang Fatwa MUI Asrorun Niam Sholeh menjelaskan bahwa objek pajak hanya dikenakan kepada harta yang dapat digunakan untuk produktivitas dan/atau merupakan kebutuhan sekunder dan tersier. Menurutnya, jika pemerintah memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas semua barang dan jasa di dalam negeri, tapi mengecualikan sembako sebagai bahan pokok, maka itu sudah sesuai.
MUI telah menetapkan fatwa untuk pajak yang berkeadilan sebagai respons atas masalah sosial yang muncul akibat adanya kenaikan PBB yang dinilai tidak adil. Namun, Bimo menjelaskan bahwa pemerintah sudah melakukan diskusi dengan MUI sebelumnya dan akan mencari kejelasan terkait dengan PBB-P2 di daerah.
Menurut Asrorun Niam Sholeh, pajak hanya dikenakan kepada warga negara yang memiliki kemampuan secara finansial. Dia juga menjelaskan bahwa batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) adalah 85 gram emas, yang bisa jadi menjadi batasan PBB-P2 per desa atau perkotaan.
Sementara itu, Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto menjelaskan bahwa jika MUI membahas tentang kebutuhan pokok masyarakat yang tidak layak dipungut pajak, hal tersebut sudah dilakukan. Menurutnya, pemerintah mengecualikan sembako sebagai bahan pokok ke dalam barang yang tidak dikenakan PPN.
Sekumen (Kota Semen) menganggap bahwa MUI dan DJP harus bekerja sama untuk menjelaskan kenaikan PBB-P2. Menurut Sekumen, jika tidak ada penjelasan yang jelas tentang apa yang dimaksud dengan PBB-P2, maka masyarakat akan merasa ketakutan dan khawatir.
Sementara itu, Bimo Wijayanto menjelaskan bahwa Direktorat Jenderal Pajak sudah melakukan diskusi dengan MUI sebelumnya. Menurut dia, kebijakan dan tarif terkait dengan PBB-P2 di daerah harus ditekan agar tidak menimbulkan masalah bagi masyarakat.
Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto menjelaskan bahwa jika MUI membahas tentang pajak berkeadilan, maka yang disoroti adalah PBB Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2). Namun, pemerintah pusat tidak memiliki tanggung jawab atas PBB-P2. Menurut Bimo, kebijakan dan tarif terkait dengan PBB-P2 di daerah.
Sementara itu, Ketua Bidang Fatwa MUI Asrorun Niam Sholeh menjelaskan bahwa objek pajak hanya dikenakan kepada harta yang dapat digunakan untuk produktivitas dan/atau merupakan kebutuhan sekunder dan tersier. Menurutnya, jika pemerintah memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas semua barang dan jasa di dalam negeri, tapi mengecualikan sembako sebagai bahan pokok, maka itu sudah sesuai.
MUI telah menetapkan fatwa untuk pajak yang berkeadilan sebagai respons atas masalah sosial yang muncul akibat adanya kenaikan PBB yang dinilai tidak adil. Namun, Bimo menjelaskan bahwa pemerintah sudah melakukan diskusi dengan MUI sebelumnya dan akan mencari kejelasan terkait dengan PBB-P2 di daerah.
Menurut Asrorun Niam Sholeh, pajak hanya dikenakan kepada warga negara yang memiliki kemampuan secara finansial. Dia juga menjelaskan bahwa batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) adalah 85 gram emas, yang bisa jadi menjadi batasan PBB-P2 per desa atau perkotaan.
Sementara itu, Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto menjelaskan bahwa jika MUI membahas tentang kebutuhan pokok masyarakat yang tidak layak dipungut pajak, hal tersebut sudah dilakukan. Menurutnya, pemerintah mengecualikan sembako sebagai bahan pokok ke dalam barang yang tidak dikenakan PPN.
Sekumen (Kota Semen) menganggap bahwa MUI dan DJP harus bekerja sama untuk menjelaskan kenaikan PBB-P2. Menurut Sekumen, jika tidak ada penjelasan yang jelas tentang apa yang dimaksud dengan PBB-P2, maka masyarakat akan merasa ketakutan dan khawatir.
Sementara itu, Bimo Wijayanto menjelaskan bahwa Direktorat Jenderal Pajak sudah melakukan diskusi dengan MUI sebelumnya. Menurut dia, kebijakan dan tarif terkait dengan PBB-P2 di daerah harus ditekan agar tidak menimbulkan masalah bagi masyarakat.