Rais Syuriah PWNU DKI Jakarta KH Muhyiddin Ishaq mengaku, Nahdlatul Ulama (NU) adalah pemegang saham terbesar di Republik Indonesia dengan kontribusi yang mendalam dalam mempertahankan kemerdekaan. Ia menyebutkan bahwa resolusi jihad menjadi fondasi penting berdirinya negara.
"Kalau boleh saya lebih jujur, NU adalah pemegang saham terbesar di Republik ini. Dari mana? Dari resolusi jihad," katanya usai menghadiri peringatan Hari Santri di Balai Agung, Balai Kota DKI Jakarta. Ia menjelaskan bahwa resolusi tersebut menjadi momentum penting dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari ancaman tentara sekutu dan NICA.
"Tanpa resolusi jihad kita tidak mampu menghadapi tentara sekutu," katanya. "Tentara sekutu sudah melumpuhkan Jepang, sementara dia senjata otomatis. TKR dan Hizbullah senjata locok. Satu kali tekan pelatuknya, 72 peluru satu magazin. Gak mungkin menang."
Kh Muhyiddin juga menyebutkan bahwa Presiden pertama RI Soekarno saat itu mengutus Bung Tomo mendatangi pesantren Tebuireng untuk meminta dukungan moral dari para kiai dan santri sebelum menghadapi pasukan sekutu. Beberapa hari kemudian, baru dikeluarkan fatwa resolusi jihad yang menghasilkan radius 90 kilometer dari Kota Surabaya.
Dia juga menjelaskan bahwa hubungan antara Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta dan PWNU ibarat hubungan antara komisaris dan jajaran direksi. Ia menyatakan, "Kalau boleh dengan bahasa lain, saya ini komisaris, Mas Pram ini direksi."
"Kalau boleh saya lebih jujur, NU adalah pemegang saham terbesar di Republik ini. Dari mana? Dari resolusi jihad," katanya usai menghadiri peringatan Hari Santri di Balai Agung, Balai Kota DKI Jakarta. Ia menjelaskan bahwa resolusi tersebut menjadi momentum penting dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari ancaman tentara sekutu dan NICA.
"Tanpa resolusi jihad kita tidak mampu menghadapi tentara sekutu," katanya. "Tentara sekutu sudah melumpuhkan Jepang, sementara dia senjata otomatis. TKR dan Hizbullah senjata locok. Satu kali tekan pelatuknya, 72 peluru satu magazin. Gak mungkin menang."
Kh Muhyiddin juga menyebutkan bahwa Presiden pertama RI Soekarno saat itu mengutus Bung Tomo mendatangi pesantren Tebuireng untuk meminta dukungan moral dari para kiai dan santri sebelum menghadapi pasukan sekutu. Beberapa hari kemudian, baru dikeluarkan fatwa resolusi jihad yang menghasilkan radius 90 kilometer dari Kota Surabaya.
Dia juga menjelaskan bahwa hubungan antara Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta dan PWNU ibarat hubungan antara komisaris dan jajaran direksi. Ia menyatakan, "Kalau boleh dengan bahasa lain, saya ini komisaris, Mas Pram ini direksi."