Kemenkeu Siap Tarik Bea Keluar Emas dengan Tarif 7,5-15 Persen
Dalam rangka meningkatkan penerimaan negara dari ekspor emas, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sedang merancang Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang akan menetapkan tarif bea keluar sebesar 7,5-15 persen untuk beberapa jenis komoditas emas.
Menurut Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kemenkeu, Febrio Kacaribu, tarif ini berbeda tergantung pada harga emas dunia atau harga mineral acuan (HMA). Ia menjelaskan bahwa jika ada "windfall" harga yang tinggi, maka akan diberikan tarif yang lebih tinggi. Misalnya, untuk dore dengan harga di bawah Rp3.200 per troy ounce, bea keluar tidak akan dikenakan.
Namun, untuk jenis emas lain seperti granules dan ingot, tarif bea keluar akan lebih tinggi dibandingkan dengan bentuk lainnya. Sebaliknya, bea keluar yang dikenakan akan lebih murah jika emas sudah berbentuk cast bar atau minted bar.
Rencana ini diharapkan dapat meningkatkan penerimaan negara sebesar Rp2 triliun per tahun dan memberikan dampak positif pada hilirisasi emas di Indonesia. Febrio menjelaskan bahwa untuk mendapatkan tarif bea keluar yang lebih rendah, produsen emas seperti PT Freeport Indonesia harus melalui proses produksi yang lebih panjang.
Dengan demikian, Kemenkeu berharap dapat meningkatkan penerimaan negara dari ekspor emas dan memberikan impulan positif bagi hilirisasi emas di Indonesia.
Dalam rangka meningkatkan penerimaan negara dari ekspor emas, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sedang merancang Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang akan menetapkan tarif bea keluar sebesar 7,5-15 persen untuk beberapa jenis komoditas emas.
Menurut Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kemenkeu, Febrio Kacaribu, tarif ini berbeda tergantung pada harga emas dunia atau harga mineral acuan (HMA). Ia menjelaskan bahwa jika ada "windfall" harga yang tinggi, maka akan diberikan tarif yang lebih tinggi. Misalnya, untuk dore dengan harga di bawah Rp3.200 per troy ounce, bea keluar tidak akan dikenakan.
Namun, untuk jenis emas lain seperti granules dan ingot, tarif bea keluar akan lebih tinggi dibandingkan dengan bentuk lainnya. Sebaliknya, bea keluar yang dikenakan akan lebih murah jika emas sudah berbentuk cast bar atau minted bar.
Rencana ini diharapkan dapat meningkatkan penerimaan negara sebesar Rp2 triliun per tahun dan memberikan dampak positif pada hilirisasi emas di Indonesia. Febrio menjelaskan bahwa untuk mendapatkan tarif bea keluar yang lebih rendah, produsen emas seperti PT Freeport Indonesia harus melalui proses produksi yang lebih panjang.
Dengan demikian, Kemenkeu berharap dapat meningkatkan penerimaan negara dari ekspor emas dan memberikan impulan positif bagi hilirisasi emas di Indonesia.