Aktivis dari Aliansi Mahasiswa Peduli Lingkungan Hidup Indonesia (ALPI) menyuarakan protes di Hotel Le Meridien, Jakarta, saat Public Expose PT Timah Tbk. Pihak tersebut mengaku anggota ALPI dan menyerukan agar perusahaan ini bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan yang dilakukan di wilayah Bangka Belitung.
Menurut aktivis tersebut, sekitar 460 ribu hektare hutan hujan tropis di Bangka Belitung telah rusak. "Kalian semua ikut bertanggung jawab terhadap kerusakan ekologis yang dilakukan PT Timah," kata aktivis tersebut saat berorasi di depan ruang Sasono Mulyo III Le Meredien.
Aktivis tersebut menuntut agar perusahaan ini hadir dalam menyelesaikan permasalahan lingkungan tersebut. Ia juga menyinggung kasus korupsi tata kelola timah ilegal di wilayah izin usaha pertambangan PT Timah Tbk senilai Rp271 triliun.
Namun, aktivis tersebut tidak diperbolehkan masuk ke dalam ruang Sasono Mulyo ketika sesi pertama public expose tengah berlangsung. Ia berteriak di depan pintu ruangan dan memancing petugas keaman hotel untuk melakukan pengamanan.
"Kalian ini ada izinnya enggak? Jangan teriak," cecar petugas saat aktivis tersebut menuntut bertemu perwakilan PT Timah.
"Apa yang kamu maksud, apakah kita tidak ada izin?" tukas aktivis sembari menegaskan agar perusahaan ini hadir dalam menyelesaikan masalah lingkungan.
Koordinator Lapangan (Korlap) aliansi tersebut, Basri, mengatakan bahwa mereka yang menyoroti kerusakan ekologis di wilayah Bangka Belitung. "Pada data yang dikumpulkan oleh teman-teman aktivis dan juga teman-teman WALHI (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia) itu disebutkan bahwa sekitar 460 ribu hektare hutan hujan tropis rusak di Bangka Belitung," kata Basri.
Basri menilai PT Timah harus bertanggung jawab dan hadir dalam menyelesaikan permasalahan lingkungan tersebut. Ia juga menyinggung kasus korupsi tata kelola timah ilegal di wilayah izin usaha pertambangan senilai Rp271 triliun.
Menurut aktivis tersebut, sekitar 460 ribu hektare hutan hujan tropis di Bangka Belitung telah rusak. "Kalian semua ikut bertanggung jawab terhadap kerusakan ekologis yang dilakukan PT Timah," kata aktivis tersebut saat berorasi di depan ruang Sasono Mulyo III Le Meredien.
Aktivis tersebut menuntut agar perusahaan ini hadir dalam menyelesaikan permasalahan lingkungan tersebut. Ia juga menyinggung kasus korupsi tata kelola timah ilegal di wilayah izin usaha pertambangan PT Timah Tbk senilai Rp271 triliun.
Namun, aktivis tersebut tidak diperbolehkan masuk ke dalam ruang Sasono Mulyo ketika sesi pertama public expose tengah berlangsung. Ia berteriak di depan pintu ruangan dan memancing petugas keaman hotel untuk melakukan pengamanan.
"Kalian ini ada izinnya enggak? Jangan teriak," cecar petugas saat aktivis tersebut menuntut bertemu perwakilan PT Timah.
"Apa yang kamu maksud, apakah kita tidak ada izin?" tukas aktivis sembari menegaskan agar perusahaan ini hadir dalam menyelesaikan masalah lingkungan.
Koordinator Lapangan (Korlap) aliansi tersebut, Basri, mengatakan bahwa mereka yang menyoroti kerusakan ekologis di wilayah Bangka Belitung. "Pada data yang dikumpulkan oleh teman-teman aktivis dan juga teman-teman WALHI (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia) itu disebutkan bahwa sekitar 460 ribu hektare hutan hujan tropis rusak di Bangka Belitung," kata Basri.
Basri menilai PT Timah harus bertanggung jawab dan hadir dalam menyelesaikan permasalahan lingkungan tersebut. Ia juga menyinggung kasus korupsi tata kelola timah ilegal di wilayah izin usaha pertambangan senilai Rp271 triliun.