PTBA menetapkan 800 juta ton cadangan batu bara untuk proyek gasifikasi
PT Bukit Asam Tbk (PTBA) mempercepat penerapan teknologi hilirisasi dengan mengalokasikan 800 juta ton cadangan batu bara untuk proyek gasifikasi. Direktur Hilirisasi dan Diversifikasi Produk PTBA, Turino Yulianto, menjelaskan bahwa ini adalah bagian dari rencana pemerintah untuk mengolah batubara menjadi dimetil eter (DME) dan produk turunan lainnya.
Turino menjelaskan bahwa allokasi 800 juta ton ini akan digunakan untuk berbagai produk turunan, termasuk DME, metanol, amonia, pupuk, dan kalium humat. "Makanya kami lock 800 juta ton itu di Sumatera Selatan sama di Riau Ini khusus hilirisasi. Jadi dari sisi suplai bahan batu bara, udah ready nih," kata Turino.
Proyek ini juga mendukung pembangunan pabrik-pabrik hilirisasi di dalam kawasan industri Bukit Asam Coal Based Industrial Estate (BACBIE) di Sumatera Selatan. Pabrik-pabrik ini akan dibangun di area seluas 600 hektare dan dirancang untuk mengolah batu bara menjadi berbagai produk turunan.
Meski secara teknis siap, Turino mengakui masih ada tantangan dalam aspek keekonomian proyek. "Ini yang kami lagi duduk, sebetulnya. Keekonomian ini kan bergantung harga batu bara, harga capex investasinya, dan harga jualnya. Ini kami lagi berembuk dengan Danantara," jelasnya.
PTBA sedang menghitung kelayakan ekonomi proyek hilirisasi ini, baik secara internal maupun bersama Danantara Indonesia yang mengkaji 18 proyek hilirisasi. Investasi untuk satu pabrik DME skala besar diperkirakan mencapai Rp40 triliun.
Kebutuhan batu bara untuk pabrik DME diperkirakan 5-6 juta ton per tahun, dan total kebutuhan batu bara akan mencapai sekitar 120 juta ton jika pabrik beroperasi selama 20 tahun. PTBA juga sedang berdiskusi dengan PT Pertamina (Persero) yang diproyeksikan menjadi pembeli (offtaker) DME, yang dapat berfungsi sebagai pengganti LPG.
Turino tidak merinci lebih lanjut tentang potensi investor asing seperti dari Cina yang telah memiliki pengalaman panjang di bidang gasifikasi.
PT Bukit Asam Tbk (PTBA) mempercepat penerapan teknologi hilirisasi dengan mengalokasikan 800 juta ton cadangan batu bara untuk proyek gasifikasi. Direktur Hilirisasi dan Diversifikasi Produk PTBA, Turino Yulianto, menjelaskan bahwa ini adalah bagian dari rencana pemerintah untuk mengolah batubara menjadi dimetil eter (DME) dan produk turunan lainnya.
Turino menjelaskan bahwa allokasi 800 juta ton ini akan digunakan untuk berbagai produk turunan, termasuk DME, metanol, amonia, pupuk, dan kalium humat. "Makanya kami lock 800 juta ton itu di Sumatera Selatan sama di Riau Ini khusus hilirisasi. Jadi dari sisi suplai bahan batu bara, udah ready nih," kata Turino.
Proyek ini juga mendukung pembangunan pabrik-pabrik hilirisasi di dalam kawasan industri Bukit Asam Coal Based Industrial Estate (BACBIE) di Sumatera Selatan. Pabrik-pabrik ini akan dibangun di area seluas 600 hektare dan dirancang untuk mengolah batu bara menjadi berbagai produk turunan.
Meski secara teknis siap, Turino mengakui masih ada tantangan dalam aspek keekonomian proyek. "Ini yang kami lagi duduk, sebetulnya. Keekonomian ini kan bergantung harga batu bara, harga capex investasinya, dan harga jualnya. Ini kami lagi berembuk dengan Danantara," jelasnya.
PTBA sedang menghitung kelayakan ekonomi proyek hilirisasi ini, baik secara internal maupun bersama Danantara Indonesia yang mengkaji 18 proyek hilirisasi. Investasi untuk satu pabrik DME skala besar diperkirakan mencapai Rp40 triliun.
Kebutuhan batu bara untuk pabrik DME diperkirakan 5-6 juta ton per tahun, dan total kebutuhan batu bara akan mencapai sekitar 120 juta ton jika pabrik beroperasi selama 20 tahun. PTBA juga sedang berdiskusi dengan PT Pertamina (Persero) yang diproyeksikan menjadi pembeli (offtaker) DME, yang dapat berfungsi sebagai pengganti LPG.
Turino tidak merinci lebih lanjut tentang potensi investor asing seperti dari Cina yang telah memiliki pengalaman panjang di bidang gasifikasi.