Profil Pondok Pesantren Lirboyo dan aksi heroisme melawan penjajah masih terus menjadi simbol perjuangan Indonesia melawan kekuatan asing. Pendidikan keagamaan, ilmu sosial masyarakat, dan nilai-nilai salafiyyah menjadi landasan pendidikan yang dijalankan Pondok Pesantren ini.
Pondok Pesantren Lirboyo, yang berlokasi di Desa Lirboyo, Kecamatan Mojoroto, Kota Kediri, Provinsi Jawa Timur ini didirikan pada tahun 1910 oleh KH Abdul Karim. Beliau memutuskan menetap di desa tersebut setelah anak sulungnya Hannah melahirkan putri pertama. Hannah adalah anak dari pernikahan KH Abdul Karim dengan Nyai Khodijah, putri Kyai Sholeh Banjarmelati.
Kehadiran Pondok Pesantren ini telah mengubah wajah desa menjadi lebih baik. Pendidikan dan kemajuan pendidikannya sangat pesat hingga menjadi lembaga yang berfungsi sehari-hari. Pengasuh Ponpes tersebut juga terus mengalami perubahan, seperti KH Marzuqi Dahlan, KH Mahrus Aly, KH A Idris Marzuqi, dan KH M Anwar Mansyur.
Ponpes Lirboyo memiliki total 17 unit pendidikan. Di antaranya PP HM Mahrusiyyah, Salafy Terpadu Ar-Risalah, Darussalam, Darussa'adah, Al-Baqoroh, HM Lirboyo, HM Antara, Haji Ya'qub, dan sebagainya. Pihaknya berharap agar santri bisa melestarikan perjuangan ulama dan mengembangkan penyiaran Islam.
Untuk menunjang kegiatan pendidikan agama di sana, kini terdapat asrama santri yang berjumlah 585 kamar. Kemudian, ada juga gedung sekolah dengan ruangan sebanyak 245. Pada Ponpes ini terdapat fasilitas seperti laboratorium bahasa dan komputer, perpustakaan, auditorium, warung dan kantin, dapur umum, fasilitas MCK, dan mini market.
Pondok Pesantren Lirboyo juga memiliki sarana kesehatan yang dibuka untuk publik di Rumah Sakit Umum Lirboyo. Pendidikan dan kegiatan ini semakin berkembang hingga terdapat 17 unit pendidikan yang ada pada Ponpes ini.
Pondok Pesantren ini juga merupakan tempat menempa ilmu dan saksi sejarah perlawanan Indonesia melawan bangsa asing, yaitu dengan adanya aksi heroisme melucuti tentara Jepang. Santri yang ikut dalam aksi tersebut antara lain 440 santri, di bawah pimpinan Abdul Rakhim Pratalikrama, KH Mahrus Aly, dan Mayor Mahfud.
Di bulan Oktober 1945, KH Hasyim Asy'ari dari ormas Islam NU sempat mengumandangkan resolusi untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Pihak ini juga melibatkan santri Pondok Pesantren Lirboyo dalam perjuangan tersebut.
Ponpes Lirboyo menjadi salah satu pihak yang ikut andil dalam perang dan pertempuran di Surabaya pada 10 November 1945 silam. Mereka berhasil mendapatkan sembilan senjata lawan, bahkan semua santri yang terlibat dalam perang bisa kembali tanpa korban.
Peristiwa tersebut memuncak pada Hari Pahlawan Nasional.
Pondok Pesantren Lirboyo, yang berlokasi di Desa Lirboyo, Kecamatan Mojoroto, Kota Kediri, Provinsi Jawa Timur ini didirikan pada tahun 1910 oleh KH Abdul Karim. Beliau memutuskan menetap di desa tersebut setelah anak sulungnya Hannah melahirkan putri pertama. Hannah adalah anak dari pernikahan KH Abdul Karim dengan Nyai Khodijah, putri Kyai Sholeh Banjarmelati.
Kehadiran Pondok Pesantren ini telah mengubah wajah desa menjadi lebih baik. Pendidikan dan kemajuan pendidikannya sangat pesat hingga menjadi lembaga yang berfungsi sehari-hari. Pengasuh Ponpes tersebut juga terus mengalami perubahan, seperti KH Marzuqi Dahlan, KH Mahrus Aly, KH A Idris Marzuqi, dan KH M Anwar Mansyur.
Ponpes Lirboyo memiliki total 17 unit pendidikan. Di antaranya PP HM Mahrusiyyah, Salafy Terpadu Ar-Risalah, Darussalam, Darussa'adah, Al-Baqoroh, HM Lirboyo, HM Antara, Haji Ya'qub, dan sebagainya. Pihaknya berharap agar santri bisa melestarikan perjuangan ulama dan mengembangkan penyiaran Islam.
Untuk menunjang kegiatan pendidikan agama di sana, kini terdapat asrama santri yang berjumlah 585 kamar. Kemudian, ada juga gedung sekolah dengan ruangan sebanyak 245. Pada Ponpes ini terdapat fasilitas seperti laboratorium bahasa dan komputer, perpustakaan, auditorium, warung dan kantin, dapur umum, fasilitas MCK, dan mini market.
Pondok Pesantren Lirboyo juga memiliki sarana kesehatan yang dibuka untuk publik di Rumah Sakit Umum Lirboyo. Pendidikan dan kegiatan ini semakin berkembang hingga terdapat 17 unit pendidikan yang ada pada Ponpes ini.
Pondok Pesantren ini juga merupakan tempat menempa ilmu dan saksi sejarah perlawanan Indonesia melawan bangsa asing, yaitu dengan adanya aksi heroisme melucuti tentara Jepang. Santri yang ikut dalam aksi tersebut antara lain 440 santri, di bawah pimpinan Abdul Rakhim Pratalikrama, KH Mahrus Aly, dan Mayor Mahfud.
Di bulan Oktober 1945, KH Hasyim Asy'ari dari ormas Islam NU sempat mengumandangkan resolusi untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Pihak ini juga melibatkan santri Pondok Pesantren Lirboyo dalam perjuangan tersebut.
Ponpes Lirboyo menjadi salah satu pihak yang ikut andil dalam perang dan pertempuran di Surabaya pada 10 November 1945 silam. Mereka berhasil mendapatkan sembilan senjata lawan, bahkan semua santri yang terlibat dalam perang bisa kembali tanpa korban.
Peristiwa tersebut memuncak pada Hari Pahlawan Nasional.