Presiden Prabowo Subianto baru-baru ini menyoroti bahwa di Indonesia masih banyak guru yang kurang kompetensinya. Presiden berharap guru dapat meningkatkan kemampuan bahasa asing dan sains. Banyak guru yang kurang menguasai bahasa Inggris, biologi, kimia dan fisika.
Presiden Prabowo Subianto memiliki opini bahwa banyak guru tidak kompetensinya karena kesulitan laboratorium di daerah. Oleh karena itu, presiden menilai penyaluran panel interaktif ke sekolah menjadi salah satu solusi untuk mengatasi guru yang tidak kompeten.
Namun, beberapa ahli pendidikan berpendapat bahwa kritik presiden terhadap kualitas guru tidak sepenuhnya keliru. Mereka berpendapat bahwa data tersebut sudah terlalu lama dan perlu diperbarui agar pemerintah memperoleh gambaran faktual mengenai kemampuan guru hari ini.
Iman Zanatul Haeri, Kepala Bidang Advokasi dari Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), menolak bahwa kritik presiden terhadap kualitas guru tidak sepenuhnya keliru. Ia berpendapat bahwa kompetensi guru masih rendah dan perlu diperbaiki.
Sementara itu, Fahriza Marta Tanjung, Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), menilai bahwa kritik presiden terhadap kualitas guru sepenuhnya beralasan. Ia berpendapat bahwa banyak guru tidak kompetensinya karena lembaga pencetak guru yang tidak profesional.
Ubaid Matraji, Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), menilai bahwa kritik presiden terhadap kualitas guru bukan hal baru dan tidak disertai langkah strategis yang menjawab akar persoalan. Ia berpendapat bahwa peningkatan kompetensi guru memerlukan dukungan anggaran hingga triliunan rupiah.
Namun, beberapa ahli pendidikan berpendapat bahwa pemerintah perlu mengalihkan fokus dari program-panel interaktif ke dalam peningkatan profesionalisme guru dan pelatihan penggunaan teknologi.
Presiden Prabowo Subianto memiliki opini bahwa banyak guru tidak kompetensinya karena kesulitan laboratorium di daerah. Oleh karena itu, presiden menilai penyaluran panel interaktif ke sekolah menjadi salah satu solusi untuk mengatasi guru yang tidak kompeten.
Namun, beberapa ahli pendidikan berpendapat bahwa kritik presiden terhadap kualitas guru tidak sepenuhnya keliru. Mereka berpendapat bahwa data tersebut sudah terlalu lama dan perlu diperbarui agar pemerintah memperoleh gambaran faktual mengenai kemampuan guru hari ini.
Iman Zanatul Haeri, Kepala Bidang Advokasi dari Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), menolak bahwa kritik presiden terhadap kualitas guru tidak sepenuhnya keliru. Ia berpendapat bahwa kompetensi guru masih rendah dan perlu diperbaiki.
Sementara itu, Fahriza Marta Tanjung, Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), menilai bahwa kritik presiden terhadap kualitas guru sepenuhnya beralasan. Ia berpendapat bahwa banyak guru tidak kompetensinya karena lembaga pencetak guru yang tidak profesional.
Ubaid Matraji, Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), menilai bahwa kritik presiden terhadap kualitas guru bukan hal baru dan tidak disertai langkah strategis yang menjawab akar persoalan. Ia berpendapat bahwa peningkatan kompetensi guru memerlukan dukungan anggaran hingga triliunan rupiah.
Namun, beberapa ahli pendidikan berpendapat bahwa pemerintah perlu mengalihkan fokus dari program-panel interaktif ke dalam peningkatan profesionalisme guru dan pelatihan penggunaan teknologi.