Pemerintah Prabowo-Gibran telah menjaga keseriusan dalam merawat anak-anak saat menggunakan ruang digital. Kebijakan dan regulasi baru ini bertujuan untuk platform digital menunjukkan kepedulian lebih besar terhadap pengguna muda, memastikan bahwa mereka aman dan tidak terluka oleh konten negatif yang dapat mempengaruhi mental anak.
Ketika berbicara tentang ruang digital kini menjadi pedang bermata dua bagi anak-anak di dunia ini, pemerintah bertekad untuk menghadirkan regulasi yang kokoh untuk menjaga masa depan generasi muda Indonesia. Dengan adanya Peraturan Tata Kelola Perlindungan Anak di Ruang Digital ini, platform digital kini tidak bisa bersembunyi lagi di balik kebebasan pengguna dan harus bertanggung jawab atas keamanan anak-anak.
Pemerintah telah mengantongi PP Nomor 71 Tahun 2019 dan Permen Kominfo Nomor 5 Tahun 2020, yang mewajibkan platform digital seperti Google, Facebook, dan TikTok untuk mendaftar dan diverifikasi. Selain itu, Komdigi juga terus melakukan pemblokiran terhadap situs-situs berbahaya.
Namun, pemerintah juga menyadari bahwa kesadaran dan literasi digital adalah pertahanan utama anak-anak di dunia maya. Oleh karena itu, mereka boleh bergerak, tetapi kewaspadaan masyarakat juga tidak kalah penting. Jika regulasi diperkuat, literasi diperluas, dan semua pihak terlibat aktif, ruang digital Indonesia bisa menjadi tempat yang aman bagi anak-anak untuk belajar dan bertumbuh.
Sejalan dengan itu, pemerintah memperkuat komitmennya melindungi anak-anak dan kelompok rentan di dunia maya melalui penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak (PP TUNAS). Regulasi ini menjadi dasar hukum kuat bagi negara untuk menghadirkan ruang digital yang aman, sehat, dan berkeadilan.
Menteri Komunikasi dan Digital (Komdigi) Meutya Hafid menegaskan bahwa PP TUNAS adalah respons strategis pemerintah untuk mengatasi persoalan ini secara sistematis. Ia juga menyatakan bahwa penerapan regulasi ini dilakukan untuk melindungi industri gim, tetapi di saat yang bersamaan juga melindungi para gamers, khususnya anak-anak.
Data terbaru menunjukkan bahwa 48 persen pengguna internet di Indonesia adalah anak-anak di bawah usia 18 tahun. Oleh karena itu, Meutya menyoroti bahwa makin meningkatnya risiko yang dihadapi anak-anak saat menggunakan internet dan media sosial. Ia juga menyatakan bahwa platform dengan risiko tinggi hanya boleh diakses oleh anak-anak berusia 16 tahun ke atas, dan harus dengan pendampingan orang tua.
PP TUNAS memiliki klasifikasi batas usia anak yang berbeda-beda sesuai tingkat risikonya. Klasifikasi usia mengakses platform digital dibagi dalam beberapa jenjang, yaitu di bawah 13 tahun hanya boleh mengakses platform yang sepenuhnya aman, 13-15 tahun diperbolehkan mengakses platform dengan risiko rendah hingga sedang, 16-17 tahun bisa mengakses platform dengan risiko tinggi tetapi harus dengan pendampingan orang tua, dan 18 tahun ke atas diperbolehkan mengakses secara independen semua kategori platform.
Sejalan dengan itu, pemerintah juga meluncurkan Indonesia Game Rating System (IGRS) sebagai panduan bagi masyarakat dan orang tua untuk memilih gim yang aman sesuai usia anak. IGRS menjadi pedoman bagi para orang tua untuk mengetahui gim yang layak dimainkan oleh anak.
Penerapan IGRS ini dilakukan untuk melindungi industri gim, tetapi di saat yang bersamaan juga melindungi para gamers, khususnya anak-anak. Dengan adanya regulasi baru ini, pemerintah Prabowo-Gibran telah menunjukkan keseriusan dalam merawat anak-anak saat menggunakan ruang digital dan membuat ruang digital Indonesia menjadi tempat yang aman bagi anak-anak untuk belajar dan bertumbuh.
Ketika berbicara tentang ruang digital kini menjadi pedang bermata dua bagi anak-anak di dunia ini, pemerintah bertekad untuk menghadirkan regulasi yang kokoh untuk menjaga masa depan generasi muda Indonesia. Dengan adanya Peraturan Tata Kelola Perlindungan Anak di Ruang Digital ini, platform digital kini tidak bisa bersembunyi lagi di balik kebebasan pengguna dan harus bertanggung jawab atas keamanan anak-anak.
Pemerintah telah mengantongi PP Nomor 71 Tahun 2019 dan Permen Kominfo Nomor 5 Tahun 2020, yang mewajibkan platform digital seperti Google, Facebook, dan TikTok untuk mendaftar dan diverifikasi. Selain itu, Komdigi juga terus melakukan pemblokiran terhadap situs-situs berbahaya.
Namun, pemerintah juga menyadari bahwa kesadaran dan literasi digital adalah pertahanan utama anak-anak di dunia maya. Oleh karena itu, mereka boleh bergerak, tetapi kewaspadaan masyarakat juga tidak kalah penting. Jika regulasi diperkuat, literasi diperluas, dan semua pihak terlibat aktif, ruang digital Indonesia bisa menjadi tempat yang aman bagi anak-anak untuk belajar dan bertumbuh.
Sejalan dengan itu, pemerintah memperkuat komitmennya melindungi anak-anak dan kelompok rentan di dunia maya melalui penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak (PP TUNAS). Regulasi ini menjadi dasar hukum kuat bagi negara untuk menghadirkan ruang digital yang aman, sehat, dan berkeadilan.
Menteri Komunikasi dan Digital (Komdigi) Meutya Hafid menegaskan bahwa PP TUNAS adalah respons strategis pemerintah untuk mengatasi persoalan ini secara sistematis. Ia juga menyatakan bahwa penerapan regulasi ini dilakukan untuk melindungi industri gim, tetapi di saat yang bersamaan juga melindungi para gamers, khususnya anak-anak.
Data terbaru menunjukkan bahwa 48 persen pengguna internet di Indonesia adalah anak-anak di bawah usia 18 tahun. Oleh karena itu, Meutya menyoroti bahwa makin meningkatnya risiko yang dihadapi anak-anak saat menggunakan internet dan media sosial. Ia juga menyatakan bahwa platform dengan risiko tinggi hanya boleh diakses oleh anak-anak berusia 16 tahun ke atas, dan harus dengan pendampingan orang tua.
PP TUNAS memiliki klasifikasi batas usia anak yang berbeda-beda sesuai tingkat risikonya. Klasifikasi usia mengakses platform digital dibagi dalam beberapa jenjang, yaitu di bawah 13 tahun hanya boleh mengakses platform yang sepenuhnya aman, 13-15 tahun diperbolehkan mengakses platform dengan risiko rendah hingga sedang, 16-17 tahun bisa mengakses platform dengan risiko tinggi tetapi harus dengan pendampingan orang tua, dan 18 tahun ke atas diperbolehkan mengakses secara independen semua kategori platform.
Sejalan dengan itu, pemerintah juga meluncurkan Indonesia Game Rating System (IGRS) sebagai panduan bagi masyarakat dan orang tua untuk memilih gim yang aman sesuai usia anak. IGRS menjadi pedoman bagi para orang tua untuk mengetahui gim yang layak dimainkan oleh anak.
Penerapan IGRS ini dilakukan untuk melindungi industri gim, tetapi di saat yang bersamaan juga melindungi para gamers, khususnya anak-anak. Dengan adanya regulasi baru ini, pemerintah Prabowo-Gibran telah menunjukkan keseriusan dalam merawat anak-anak saat menggunakan ruang digital dan membuat ruang digital Indonesia menjadi tempat yang aman bagi anak-anak untuk belajar dan bertumbuh.