Judul online semakin mengkhawatirkan, bukan mainan anak-anak
Dalam beberapa tahun terakhir, kasus-kasus judi online (judol) meningkat secara signifikan di Indonesia. Menurut Pelaksana Tugas Wakil Jaksa Agung Asep Nana Mulyana, tindak pidana ini sudah sangat mengkhawatirkan karena banyak pelaku yang berasal dari latar belakang sosial ekonomi yang lemah.
Data menunjukkan bahwa 90 persen dari pelaku judol adalah pria berusia 28-50 tahun. Namun, yang menyedihkan adalah anak-anak yang terlibat dalam permainan ini. Asep mengingatkan masyarakat bahwa judol bukanlah permainan melainkan perangkap yang akan memeras pemain.
"Judi online tidak akan pernah memberikan keuntungan kepada pemain, justru bandar judi adalah yang merupuk pundi-pundi rupiah," kata Asep. Menurutnya, judol memiliki sistem yang tidak adil sehingga tidak ada keharusan untuk kaya dari permainan ini.
Dalam laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), terdapat kasus-kasus anak usia 10 tahun melakukan transaksi judi online, dengan jumlah deposit mencapai Rp 2,2 miliar. Selain itu, juga ada kasus-kasus dewasa yang melakukan transaksi dengan jumlah deposit mencapai Rp 2,5 triliun.
Selanjutnya, di Jakarta sendiri terdapat 602 ribu warga yang terlibat dalam judi online, dengan total transaksi mencapai Rp 3,12 triliun. Wakil Gubernur DK Jakarta Rano Karno mengatakan bahwa dari jumlah data tersebut, ada 5 ribu diantaranya adalah penerima bantuan sosial (bansos) yang kemungkinan besar menggunakan uangnya untuk melakukan judi online.
Asep mengingatkan masyarakat bahwa judol bukanlah permainan yang aman dan tidak akan memberikan keuntungan kepada pemain. Oleh karena itu, penting bagi kita semua untuk menghindari permainan ini dan memilih hiburan lain yang lebih aman dan bermanfaat.
Dalam beberapa tahun terakhir, kasus-kasus judi online (judol) meningkat secara signifikan di Indonesia. Menurut Pelaksana Tugas Wakil Jaksa Agung Asep Nana Mulyana, tindak pidana ini sudah sangat mengkhawatirkan karena banyak pelaku yang berasal dari latar belakang sosial ekonomi yang lemah.
Data menunjukkan bahwa 90 persen dari pelaku judol adalah pria berusia 28-50 tahun. Namun, yang menyedihkan adalah anak-anak yang terlibat dalam permainan ini. Asep mengingatkan masyarakat bahwa judol bukanlah permainan melainkan perangkap yang akan memeras pemain.
"Judi online tidak akan pernah memberikan keuntungan kepada pemain, justru bandar judi adalah yang merupuk pundi-pundi rupiah," kata Asep. Menurutnya, judol memiliki sistem yang tidak adil sehingga tidak ada keharusan untuk kaya dari permainan ini.
Dalam laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), terdapat kasus-kasus anak usia 10 tahun melakukan transaksi judi online, dengan jumlah deposit mencapai Rp 2,2 miliar. Selain itu, juga ada kasus-kasus dewasa yang melakukan transaksi dengan jumlah deposit mencapai Rp 2,5 triliun.
Selanjutnya, di Jakarta sendiri terdapat 602 ribu warga yang terlibat dalam judi online, dengan total transaksi mencapai Rp 3,12 triliun. Wakil Gubernur DK Jakarta Rano Karno mengatakan bahwa dari jumlah data tersebut, ada 5 ribu diantaranya adalah penerima bantuan sosial (bansos) yang kemungkinan besar menggunakan uangnya untuk melakukan judi online.
Asep mengingatkan masyarakat bahwa judol bukanlah permainan yang aman dan tidak akan memberikan keuntungan kepada pemain. Oleh karena itu, penting bagi kita semua untuk menghindari permainan ini dan memilih hiburan lain yang lebih aman dan bermanfaat.