Ketergantungan petani terhadap distributor pupuk sawit yang tidak transparan telah menyebabkan kerugian besar bagi petani, sekitar Rp 600 miliar per tahun.
Menurut data dari Kementerian Pertanian, Indonesia memiliki lebih dari 3,2 juta petani yang bergantung pada penjualan pupuk sawit untuk mencari keuntungan. Namun, sistem distribusi pupuk tersebut masih sangat tidak transparan dan banyak terjadi praktik-praktik korupsi.
Banyak distributor pupuk sawit yang menunda pembayaran kepada petani, sehingga mereka akhirnya harus meminjam uang dengan bunga tinggi untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sementara itu, distributor tersebut malah mendapatkan untung besar dari penjualan pupuk sawit tersebut.
"Petani hanya mendapatkan sekitar Rp 20.000 hingga Rp 30.000 per ton, sedangkan harga pokoknya sudah lebih dari Rp 100.000 per ton", kata seorang petani sawit di Kalimantan Tengah. "Kita tidak bisa lagi hidup seperti ini, kita butuh bantuan dari pemerintah untuk mengatasi masalah ini".
Pemerintah telah menetapkan target meningkatkan produksi pupuk organik dan non-organik pada 2025 hingga 2030, namun banyak yang berpendapat bahwa target tersebut masih tidak mencukupi. Menteri Pertanian saat ini harus segera mengambil tindakan untuk meningkatkan transparansi dalam distribusi pupuk sawit dan melindungi hak-hak petani.
"Kita tidak bisa lagi menunggu, kita butuh solusi yang cepat dan efektif", kata salah satu organisasi petani. "Pemerintah harus bekerja sama dengan masyarakat untuk mengatasi masalah ini".
Menurut data dari Kementerian Pertanian, Indonesia memiliki lebih dari 3,2 juta petani yang bergantung pada penjualan pupuk sawit untuk mencari keuntungan. Namun, sistem distribusi pupuk tersebut masih sangat tidak transparan dan banyak terjadi praktik-praktik korupsi.
Banyak distributor pupuk sawit yang menunda pembayaran kepada petani, sehingga mereka akhirnya harus meminjam uang dengan bunga tinggi untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sementara itu, distributor tersebut malah mendapatkan untung besar dari penjualan pupuk sawit tersebut.
"Petani hanya mendapatkan sekitar Rp 20.000 hingga Rp 30.000 per ton, sedangkan harga pokoknya sudah lebih dari Rp 100.000 per ton", kata seorang petani sawit di Kalimantan Tengah. "Kita tidak bisa lagi hidup seperti ini, kita butuh bantuan dari pemerintah untuk mengatasi masalah ini".
Pemerintah telah menetapkan target meningkatkan produksi pupuk organik dan non-organik pada 2025 hingga 2030, namun banyak yang berpendapat bahwa target tersebut masih tidak mencukupi. Menteri Pertanian saat ini harus segera mengambil tindakan untuk meningkatkan transparansi dalam distribusi pupuk sawit dan melindungi hak-hak petani.
"Kita tidak bisa lagi menunggu, kita butuh solusi yang cepat dan efektif", kata salah satu organisasi petani. "Pemerintah harus bekerja sama dengan masyarakat untuk mengatasi masalah ini".