Mahkamah Konstitusi (MK) baru-baru ini menetapkan kembali pelaksanaan Pasal 28 ayat (3) UU ASN yang melibatkan penempatan anggota Polri di luar struktur kepolisian. Pengamat Kepolisian Bambang Rukminto mengungkapkan bahwa tafsir-tafsir yang berkembang seolah-olah memerlukan revisi putusan baru, padahal MK hanya kembali menempatkan pasal ini dalam pelaksanaannya yang aslinya.
Menurut Bambang, tafsir-tafsir yang berkembang memiliki dasar hukum yang lemah dan membingungkan banyak pihak. "Tafsir-tafsir itu jelas tidak memiliki dasar hukum yang kuat dan mengaburkan keputusan MK yang sudah final dan mengikat," katanya.
Ia juga menilai bahwa polemik yang muncul seolah-olah merespons putusan baru, padahal MK hanya mengembalikan pelaksanaan Pasal 28 ayat (3) UU ASN kepada koridor aslinya. "Pemerintah yang masih membutuhkan figur ex-Polri juga wajib mengambil langkah transisi yang bersih dan cepat," tambahnya.
Bambang menekankan bahwa putusan MK justru mengembalikan posisi Polri ke rel konstitusi dan menjauhkannya dari kecenderungan multifungsi. "Keputusan MK itu menempatkan Polri lebih presisi dengan UU. Ini bagian dari reformasi, tanpa perlu tekanan massa seperti 1998," katanya.
Ia juga menjelaskan bahwa Pasal 19 ayat (3) UU 20/2023 menegaskan pengisian jabatan ASN dari unsur Polri atau TNI harus tunduk pada UU masing-masing institusi, bukan pada aturan umum ASN.
Menurut Bambang, tafsir-tafsir yang berkembang memiliki dasar hukum yang lemah dan membingungkan banyak pihak. "Tafsir-tafsir itu jelas tidak memiliki dasar hukum yang kuat dan mengaburkan keputusan MK yang sudah final dan mengikat," katanya.
Ia juga menilai bahwa polemik yang muncul seolah-olah merespons putusan baru, padahal MK hanya mengembalikan pelaksanaan Pasal 28 ayat (3) UU ASN kepada koridor aslinya. "Pemerintah yang masih membutuhkan figur ex-Polri juga wajib mengambil langkah transisi yang bersih dan cepat," tambahnya.
Bambang menekankan bahwa putusan MK justru mengembalikan posisi Polri ke rel konstitusi dan menjauhkannya dari kecenderungan multifungsi. "Keputusan MK itu menempatkan Polri lebih presisi dengan UU. Ini bagian dari reformasi, tanpa perlu tekanan massa seperti 1998," katanya.
Ia juga menjelaskan bahwa Pasal 19 ayat (3) UU 20/2023 menegaskan pengisian jabatan ASN dari unsur Polri atau TNI harus tunduk pada UU masing-masing institusi, bukan pada aturan umum ASN.