Penerimaan pajak September 2025 mencapai Rp1.295,28 triliun, jauh di bawah asumsi Kementerian Keuangan yang ditetapkan sebesar Rp2.076,9 triliun. Mengutuk hal ini Wakil Menteri Keuangan, Suahasil Nazara menyebutkan bahwa peningkatan restitusi pajak sebagai salah satu penyebab dari realisasi neto yang lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya.
Dalam konferensi pers APBN KITA Edisi Oktober 2025, Suahasil menjelaskan bahwa penerimaan pajak per akhir September ditopang oleh Penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi yang melonjak hingga 39,8 persen menjadi Rp16,82 triliun. Namun, PPh Badan mengalami kontraksi sebesar 9,4 persen, menjadikan penerimaan hanya mencapai Rp215,10 triliun.
Sementara itu, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan PPN atas Barang Mewah (PPnBM) juga tercatat turun 17,6 persen menjadi Rp19,50 persen. Dengan demikian, penerimaan pajak dari sisi pajak bumi dan bangunan (PBB) mengalami kenaikan hingga 17,6 persen menjadi Rp19,50 triliun.
Suahasil menjelaskan bahwa penurunan harga komoditas seperti batu bara dan kelapa sawit juga mempengaruhi penerimaan pajak. Dengan demikian, meskipun realisasi penerimaan pajak jauh di bawah asumsi, secara bruto masih tumbuh hingga Rp1.619,20 triliun.
Menurut Suahasil, peningkatan restitusi pajak menjadi salah satu penyebab dari realisasi neto yang lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya. Namun, dengan demikian, uang yang beredar di tengah-tengah perekonomian tersebut akan membantu gerak ekonomi kita selama ini.
Dalam konferensi pers APBN KITA Edisi Oktober 2025, Suahasil menjelaskan bahwa penerimaan pajak per akhir September ditopang oleh Penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi yang melonjak hingga 39,8 persen menjadi Rp16,82 triliun. Namun, PPh Badan mengalami kontraksi sebesar 9,4 persen, menjadikan penerimaan hanya mencapai Rp215,10 triliun.
Sementara itu, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan PPN atas Barang Mewah (PPnBM) juga tercatat turun 17,6 persen menjadi Rp19,50 persen. Dengan demikian, penerimaan pajak dari sisi pajak bumi dan bangunan (PBB) mengalami kenaikan hingga 17,6 persen menjadi Rp19,50 triliun.
Suahasil menjelaskan bahwa penurunan harga komoditas seperti batu bara dan kelapa sawit juga mempengaruhi penerimaan pajak. Dengan demikian, meskipun realisasi penerimaan pajak jauh di bawah asumsi, secara bruto masih tumbuh hingga Rp1.619,20 triliun.
Menurut Suahasil, peningkatan restitusi pajak menjadi salah satu penyebab dari realisasi neto yang lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya. Namun, dengan demikian, uang yang beredar di tengah-tengah perekonomian tersebut akan membantu gerak ekonomi kita selama ini.