Ardipithecus ramidus, yang dikenal sebagai "Ardi" di kalangan ilmuwan, adalah makhluk berusia 4,4 juta tahun yang dianggap sebagai jembatan antara kera dan manusia modern. Ia hidup pada masa ketika nenek moyang manusia masih terbagi antara hidup di pepohonan dan di tanah.
Menurut penelitian baru dari Washington University di St. Louis, Ardi memiliki ciri khas yang unik dalam pergelangan kaki, termasuk sudut talus yang lebih tinggi daripada makhluk hominin lainnya, serta alur tendon besar jari kaki yang dalam dan permukaan sendi yang menonjol.
Ciri-ciri ini menunjukkan bahwa Ardi memiliki pergelangan kaki yang kuat untuk memanjat, namun juga cukup kokoh untuk menopang tubuh saat berdiri dan berjalan di tanah. Ia mungkin telah bereksperimen dengan cara berjalan di tanah dan mulai mengembangkan kemampuan bipedalisme.
Ardi tidak sepenuhnya makhluk darat, tapi juga tidak lagi sepenuhnya makhluk pohon. Tulang-tulangnya merekam gaya hidup di masa transisi, ketika nenek moyang manusia masih terbagi antara hidup di pepohonan dan di tanah.
Penelitian ini menantang pandangan lama bahwa manusia berevolusi dari nenek moyang yang sepenuhnya hidup di pohon. Sebaliknya, nenek moyang kita tampaknya berasal dari kera yang sudah mahir di dua dunia: pohon dan tanah.
Ardi adalah contoh klasik evolusi konvergen, ketika alam "menemukan" solusi serupa untuk tantangan yang sama pada spesies yang berbeda. Ia menunjukkan bahwa pergelangan kaki Ardi bukan hasil kebetulan, tapi berevolusi untuk menangani dua gaya hidup sekaligus.
Temuan ini menggugurkan gagasan bahwa leluhur bersama antara manusia dan simpanse adalah makhluk penghuni pohon murni. Justru, data menunjukkan bahwa para hominin awal masih bergerak seperti kera Afrika, namun mulai mengambil langkah-langkah awal menuju bipedalisme.
Kesimpulannya, manusia tidak berevolusi langsung dari simpanse modern, tapi lebih kepada perjalanan panjang yang melibatkan pengembangan kemampuan berjalan di tanah dan kemampuan memanjat. Kisah Ardi mengingatkan bahwa evolusi tidak pernah berlangsung lurus, tetapi lebih seperti perjalanan yang berliku dan berulang.
Menurut penelitian baru dari Washington University di St. Louis, Ardi memiliki ciri khas yang unik dalam pergelangan kaki, termasuk sudut talus yang lebih tinggi daripada makhluk hominin lainnya, serta alur tendon besar jari kaki yang dalam dan permukaan sendi yang menonjol.
Ciri-ciri ini menunjukkan bahwa Ardi memiliki pergelangan kaki yang kuat untuk memanjat, namun juga cukup kokoh untuk menopang tubuh saat berdiri dan berjalan di tanah. Ia mungkin telah bereksperimen dengan cara berjalan di tanah dan mulai mengembangkan kemampuan bipedalisme.
Ardi tidak sepenuhnya makhluk darat, tapi juga tidak lagi sepenuhnya makhluk pohon. Tulang-tulangnya merekam gaya hidup di masa transisi, ketika nenek moyang manusia masih terbagi antara hidup di pepohonan dan di tanah.
Penelitian ini menantang pandangan lama bahwa manusia berevolusi dari nenek moyang yang sepenuhnya hidup di pohon. Sebaliknya, nenek moyang kita tampaknya berasal dari kera yang sudah mahir di dua dunia: pohon dan tanah.
Ardi adalah contoh klasik evolusi konvergen, ketika alam "menemukan" solusi serupa untuk tantangan yang sama pada spesies yang berbeda. Ia menunjukkan bahwa pergelangan kaki Ardi bukan hasil kebetulan, tapi berevolusi untuk menangani dua gaya hidup sekaligus.
Temuan ini menggugurkan gagasan bahwa leluhur bersama antara manusia dan simpanse adalah makhluk penghuni pohon murni. Justru, data menunjukkan bahwa para hominin awal masih bergerak seperti kera Afrika, namun mulai mengambil langkah-langkah awal menuju bipedalisme.
Kesimpulannya, manusia tidak berevolusi langsung dari simpanse modern, tapi lebih kepada perjalanan panjang yang melibatkan pengembangan kemampuan berjalan di tanah dan kemampuan memanjat. Kisah Ardi mengingatkan bahwa evolusi tidak pernah berlangsung lurus, tetapi lebih seperti perjalanan yang berliku dan berulang.