Tadashi Yanai, pendiri Uniqlo yang juga menjabat sebagai CEO Fast Retailing Co, mengungkapkan bahwa jumlah penduduk di Indonesia, meskipun besar, tidak cukup untuk membuat jenama fesyen asal Jepang itu membatasi target pasarnya. Ya, di dunia ini ada 8 miliar orang yang tinggal, dan setiap orang bisa terlihat seperti pakaian Anda.
Dia menjelaskan bahwa Uniqlo tidak boleh membatasi target audien karena pasar sangat besar. "Indonesia mungkin berpenduduk banyak, sekitar 80 juta jiwa, tetapi 8 miliar orang tinggal di Bumi. Semua orang di Bumi bisa terlihat seperti pakaian Anda. Jadi, kita bisa sukses di mana pun di dunia," kata Yanai dalam wawancara dengan Forbes CEO.
Untuk mencapai kesuksesan, Uniqlo memutuskan untuk melebarkan sayap bisnisnya ke Inggris, Cina, dan Eropa. Namun, saat mencoba memperluas pasar ke Inggris, Uniqlo tidak serta mertamanya mendapatkan kesuksesannya.
Yanai mengakui bahwa perusahaan tersebut membuat kesalahan besar dalam menjual pakaian di Inggris. "Toko itu menjadi bencana. Akhirnya kami membuka 21 toko. Saya menutup 16 di antaranya. Saya kehilangan sekitar 120 juta dolar AS. Itulah pengalaman buruk di Inggris," kata Yanai.
Setelah memantapkan jalannya di Inggris, Uniqlo lantas mencoba peruntungan untuk memperluas pasar ke Cina. Namun, mereka membuat kesalahan dalam menawarkan pakaian dengan harga murah dengan kualitas yang lebih rendah.
"Kami mulai menawarkan pakaian murah dengan kualitas yang lebih rendah. Namun, itu adalah sebuah kesalahan. Karena orang Tiongkok cenderung percaya bahwa harga setara dengan kualitas," imbuh Yanai.
Namun, Uniqlo kemudian mencapai kesuksesan di Hong Kong dan sekarang telah menyelesaikan perjalanan pahit manis ekspansi global mereka.
Dia menjelaskan bahwa Uniqlo tidak boleh membatasi target audien karena pasar sangat besar. "Indonesia mungkin berpenduduk banyak, sekitar 80 juta jiwa, tetapi 8 miliar orang tinggal di Bumi. Semua orang di Bumi bisa terlihat seperti pakaian Anda. Jadi, kita bisa sukses di mana pun di dunia," kata Yanai dalam wawancara dengan Forbes CEO.
Untuk mencapai kesuksesan, Uniqlo memutuskan untuk melebarkan sayap bisnisnya ke Inggris, Cina, dan Eropa. Namun, saat mencoba memperluas pasar ke Inggris, Uniqlo tidak serta mertamanya mendapatkan kesuksesannya.
Yanai mengakui bahwa perusahaan tersebut membuat kesalahan besar dalam menjual pakaian di Inggris. "Toko itu menjadi bencana. Akhirnya kami membuka 21 toko. Saya menutup 16 di antaranya. Saya kehilangan sekitar 120 juta dolar AS. Itulah pengalaman buruk di Inggris," kata Yanai.
Setelah memantapkan jalannya di Inggris, Uniqlo lantas mencoba peruntungan untuk memperluas pasar ke Cina. Namun, mereka membuat kesalahan dalam menawarkan pakaian dengan harga murah dengan kualitas yang lebih rendah.
"Kami mulai menawarkan pakaian murah dengan kualitas yang lebih rendah. Namun, itu adalah sebuah kesalahan. Karena orang Tiongkok cenderung percaya bahwa harga setara dengan kualitas," imbuh Yanai.
Namun, Uniqlo kemudian mencapai kesuksesan di Hong Kong dan sekarang telah menyelesaikan perjalanan pahit manis ekspansi global mereka.