Mahkamah Konstitusi (MK) telah menerima dua gugatan dari karyawan swasta dan pensiunan karyawan swasta yang mengklaim penerapan pajak progresif pada pesangon dan uang pensiun adalah tidak sesuai dengan konstitusi.
Gugatan tersebut disajikan oleh Rosul Siregar dan Maksum Harahap, dua orang yang mengelami kerugian karena dikenakan pajak progresif pada pesangon dan uang pensiun. Mereka mengajukan pengujian terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh) sebagaimana telah diubah terakhir melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Mereka menilai bahwa pesangon merupakan tabungan dari potongan gaji dan bentuk penghargaan atas pengabdian karyawan, bukan tambahan kemampuan ekonomis. Oleh karena itu, mereka mengklaim bahwa penerapan pajak progresif pada pesangon dan uang pensiun adalah tidak sesuai dengan konstitusi.
Selain itu, MK juga menerima gugatan dari karyawan swasta yang menggugat skema dana pensiun yang tak dibayar sekaligus. Mereka menolak aturan yang membatasi pencairan manfaat pensiun maksimal 20 persen sekaligus, yang mereka anggap berlawanan dengan prinsip perlindungan hak warga negara.
Pihak MK memberikan waktu 14 hari bagi para pemohon untuk memperbaiki permohonan.
Gugatan tersebut disajikan oleh Rosul Siregar dan Maksum Harahap, dua orang yang mengelami kerugian karena dikenakan pajak progresif pada pesangon dan uang pensiun. Mereka mengajukan pengujian terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh) sebagaimana telah diubah terakhir melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Mereka menilai bahwa pesangon merupakan tabungan dari potongan gaji dan bentuk penghargaan atas pengabdian karyawan, bukan tambahan kemampuan ekonomis. Oleh karena itu, mereka mengklaim bahwa penerapan pajak progresif pada pesangon dan uang pensiun adalah tidak sesuai dengan konstitusi.
Selain itu, MK juga menerima gugatan dari karyawan swasta yang menggugat skema dana pensiun yang tak dibayar sekaligus. Mereka menolak aturan yang membatasi pencairan manfaat pensiun maksimal 20 persen sekaligus, yang mereka anggap berlawanan dengan prinsip perlindungan hak warga negara.
Pihak MK memberikan waktu 14 hari bagi para pemohon untuk memperbaiki permohonan.