"Kolaborasi Pemimpin Kolaboratif Dibutuhkan Untuk Mewujudkan Prioritas Nasional"
Dalam upaya mewujudkan program prioritas nasional, pemerintah menetapkan kolaborasi sebagai kunci utama. Kepala Lembaga Administrasi Negara (LAN), Muhammad Taufiq, menyampaikan bahwa keberhasilan program tidak hanya bergantung pada kebijakan teknokratis, tetapi juga pada kemampuan pemimpin birokrasi untuk menjadi penggerak kolaborasi.
"Kolaborasi bukan berarti menyeragamkan langkah, melainkan membangun harmoni agar setiap pihak saling melengkapi," ujarnya. Pemimpin harus memiliki kepekaan sosial, integritas tinggi, dan kemampuan komunikasi lintas sektor untuk mewujudkan kerja sinergis yang berdampak bagi masyarakat.
Kolaborasi ini juga diterapkan dalam implementasi Program Makan Bergizi Gratis (MBG) sebagai salah satu dari lima program prioritas nasional yang digerakkan pemerintah bersama Program Cek Kesehatan Gratis (CKG), Sekolah Rakyat, Pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan, dan Pembangunan Rumah Layak Huni.
Muhammad Taufiq mencontohkan ekosistem industri pangan sebagai salah satu kunci keberhasilan dalam mendukung tercapainya sasaran program. Keberhasilan program tersebut melibatkan banyak pihak, mulai dari Badan Gizi Nasional sebagai koordinator program, Kementerian Pertanian yang menjamin ketersediaan pangan, Kementerian Keuangan yang mengalokasikan anggaran, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang mengawasi keamanan pangan, sampai Kementerian PPN/Bappenas yang menyusun tata kelola.
"Tanpa orkestrasi semacam ini, program tersebut tidak akan berdampak besar," ujarnya. Sejalan dengan itu, dalam rangkaian kegiatan Seminar Nasional Policy Brief dan Proper Expo PKN I Angkatan LXIII, para peserta merekomendasikan dua arah kebijakan strategis untuk memperkuat ekosistem inovasi pangan nasional.
Kunci utama adalah sinergi lintas sektor yang melibatkan pemerintah, akademisi, dunia usaha, komunitas, dan media. Transformasi industri pangan berbasis inovasi dinilai dapat memperkuat ketahanan ekonomi, memperluas lapangan kerja, dan mendukung pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).
"Kunciinya adalah kolaborasi pentahelix yang melibatkan pemerintah, akademisi, dunia usaha, komunitas, dan media, agar inovasi pangan dapat menjadi motor ketahanan ekonomi nasional," tambahkan perwakilan peserta PKN I Angkatan LXIII.
Dalam kesempatan tersebut, Guswanto memaparkan hasil identifikasi isu strategis yang masih menghambat ketahanan pangan nasional, antara lain ketergantungan pada impor bahan pangan, tingginya kerugian pascapanen, degradasi lahan pertanian, dan tumpang tindih kebijakan antarinstansi.
Pemimpin kolaboratif harus memiliki mindset adaptif, sistemik, dan berorientasi pada dampak. Melalui penyelenggaraan PKN Tingkat I Angkatan LXIII, Lembaga Administrasi Negara kembali menegaskan komitmennya untuk mencetak pemimpin kolaboratif, inovatif, dan berorientasi hasil.
Sinergi antara kepemimpinan kolaboratif dan inovasi kebijakan publik diharapkan menjadi fondasi kuat dalam mewujudkan program prioritas nasional menuju pemerintahan yang adaptif, inklusif, dan berdampak nyata bagi rakyat.
Dalam upaya mewujudkan program prioritas nasional, pemerintah menetapkan kolaborasi sebagai kunci utama. Kepala Lembaga Administrasi Negara (LAN), Muhammad Taufiq, menyampaikan bahwa keberhasilan program tidak hanya bergantung pada kebijakan teknokratis, tetapi juga pada kemampuan pemimpin birokrasi untuk menjadi penggerak kolaborasi.
"Kolaborasi bukan berarti menyeragamkan langkah, melainkan membangun harmoni agar setiap pihak saling melengkapi," ujarnya. Pemimpin harus memiliki kepekaan sosial, integritas tinggi, dan kemampuan komunikasi lintas sektor untuk mewujudkan kerja sinergis yang berdampak bagi masyarakat.
Kolaborasi ini juga diterapkan dalam implementasi Program Makan Bergizi Gratis (MBG) sebagai salah satu dari lima program prioritas nasional yang digerakkan pemerintah bersama Program Cek Kesehatan Gratis (CKG), Sekolah Rakyat, Pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan, dan Pembangunan Rumah Layak Huni.
Muhammad Taufiq mencontohkan ekosistem industri pangan sebagai salah satu kunci keberhasilan dalam mendukung tercapainya sasaran program. Keberhasilan program tersebut melibatkan banyak pihak, mulai dari Badan Gizi Nasional sebagai koordinator program, Kementerian Pertanian yang menjamin ketersediaan pangan, Kementerian Keuangan yang mengalokasikan anggaran, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang mengawasi keamanan pangan, sampai Kementerian PPN/Bappenas yang menyusun tata kelola.
"Tanpa orkestrasi semacam ini, program tersebut tidak akan berdampak besar," ujarnya. Sejalan dengan itu, dalam rangkaian kegiatan Seminar Nasional Policy Brief dan Proper Expo PKN I Angkatan LXIII, para peserta merekomendasikan dua arah kebijakan strategis untuk memperkuat ekosistem inovasi pangan nasional.
Kunci utama adalah sinergi lintas sektor yang melibatkan pemerintah, akademisi, dunia usaha, komunitas, dan media. Transformasi industri pangan berbasis inovasi dinilai dapat memperkuat ketahanan ekonomi, memperluas lapangan kerja, dan mendukung pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).
"Kunciinya adalah kolaborasi pentahelix yang melibatkan pemerintah, akademisi, dunia usaha, komunitas, dan media, agar inovasi pangan dapat menjadi motor ketahanan ekonomi nasional," tambahkan perwakilan peserta PKN I Angkatan LXIII.
Dalam kesempatan tersebut, Guswanto memaparkan hasil identifikasi isu strategis yang masih menghambat ketahanan pangan nasional, antara lain ketergantungan pada impor bahan pangan, tingginya kerugian pascapanen, degradasi lahan pertanian, dan tumpang tindih kebijakan antarinstansi.
Pemimpin kolaboratif harus memiliki mindset adaptif, sistemik, dan berorientasi pada dampak. Melalui penyelenggaraan PKN Tingkat I Angkatan LXIII, Lembaga Administrasi Negara kembali menegaskan komitmennya untuk mencetak pemimpin kolaboratif, inovatif, dan berorientasi hasil.
Sinergi antara kepemimpinan kolaboratif dan inovasi kebijakan publik diharapkan menjadi fondasi kuat dalam mewujudkan program prioritas nasional menuju pemerintahan yang adaptif, inklusif, dan berdampak nyata bagi rakyat.