Dalam upaya mewujudkan pemerintahan modern dan inklusif, kolaborasi antar pihak terbukti menjadi kunci utama dalam menghadapi kompleksitas tantangan bangsa. Kepala Lembaga Administrasi Negara (LAN), Muhammad Taufiq, menyatakan bahwa keberhasilan program pemerintah tidak hanya bergantung pada kebijakan teknokratis, tetapi juga pada kemampuan pemimpin birokrasi untuk menjadi penggerak kolaborasi.
“Tidak ada lagi ruang bagi ego sektoral atau kerja sendiri-sendiri. Tantangan besar kita bukan pada kurangnya program, tapi pada lemahnya orkestrasi lintas instansi,” katanya. Dia menekankan bahwa kolaborasi bukan berarti menyeragamkan langkah, melainkan membangun harmoni agar setiap pihak saling melengkapi.
Muhammad Taufiq juga mencontohkan implementasi Program Makan Bergizi Gratis (MBG) sebagai salah satu dari lima program prioritas nasional yang digerakkan pemerintah bersama Program Cek Kesehatan Gratis (CKG), Sekolah Rakyat, Pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan, dan Pembangunan Rumah Layak Huni. Ia menekankan bahwa keberhasilan program-program tersebut hanya dapat dicapai melalui kerja sinergis antara kementerian/lembaga dan pemerintah daerah.
“Dalam program MBG, ekosistem industri pangan menjadi salah satu kunci keberhasilan dalam mendukung tercapainya sasaran program. Keberhasilan program tersebut melibatkan banyak pihak, mulai dari Badan Gizi Nasional sebagai koordinator program, Kementerian Pertanian yang menjamin ketersediaan pangan, Kementerian Keuangan yang mengalokasikan anggaran, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang mengawasi keamanan pangan, sampai Kementerian PPN/Bappenas yang menyusun tata kelola. Semuanya harus bergerak serentak,” ujarnya.
Para peserta Pelatihan Kepemimpinan Nasional (PKN) Tingkat I Angkatan LXIII juga merekomendasikan dua arah kebijakan strategis untuk memperkuat ekosistem inovasi pangan nasional. Pertama, penguatan regulasi dan kelembagaan, melalui amandemen Perpres Nomor 81 Tahun 2024 dengan menetapkan Kementerian Koordinator Bidang Pangan sebagai leading institution dan pembentukan Gugus Tugas Rantai Pasok Pangan Lokal sebagai forum koordinasi lintas sektor.
Kedua, penguatan implementasi melalui insentif dan infrastruktur pangan, antara lain pemberian insentif fiskal (keringanan pajak, subsidi) dan nonfiskal (akses pembiayaan, sertifikasi mutu, dan bantuan teknis) bagi industri berbasis bahan baku lokal.
“Tidak ada lagi ruang bagi ego sektoral atau kerja sendiri-sendiri. Tantangan besar kita bukan pada kurangnya program, tapi pada lemahnya orkestrasi lintas instansi,” katanya. Dia menekankan bahwa kolaborasi bukan berarti menyeragamkan langkah, melainkan membangun harmoni agar setiap pihak saling melengkapi.
Muhammad Taufiq juga mencontohkan implementasi Program Makan Bergizi Gratis (MBG) sebagai salah satu dari lima program prioritas nasional yang digerakkan pemerintah bersama Program Cek Kesehatan Gratis (CKG), Sekolah Rakyat, Pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan, dan Pembangunan Rumah Layak Huni. Ia menekankan bahwa keberhasilan program-program tersebut hanya dapat dicapai melalui kerja sinergis antara kementerian/lembaga dan pemerintah daerah.
“Dalam program MBG, ekosistem industri pangan menjadi salah satu kunci keberhasilan dalam mendukung tercapainya sasaran program. Keberhasilan program tersebut melibatkan banyak pihak, mulai dari Badan Gizi Nasional sebagai koordinator program, Kementerian Pertanian yang menjamin ketersediaan pangan, Kementerian Keuangan yang mengalokasikan anggaran, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang mengawasi keamanan pangan, sampai Kementerian PPN/Bappenas yang menyusun tata kelola. Semuanya harus bergerak serentak,” ujarnya.
Para peserta Pelatihan Kepemimpinan Nasional (PKN) Tingkat I Angkatan LXIII juga merekomendasikan dua arah kebijakan strategis untuk memperkuat ekosistem inovasi pangan nasional. Pertama, penguatan regulasi dan kelembagaan, melalui amandemen Perpres Nomor 81 Tahun 2024 dengan menetapkan Kementerian Koordinator Bidang Pangan sebagai leading institution dan pembentukan Gugus Tugas Rantai Pasok Pangan Lokal sebagai forum koordinasi lintas sektor.
Kedua, penguatan implementasi melalui insentif dan infrastruktur pangan, antara lain pemberian insentif fiskal (keringanan pajak, subsidi) dan nonfiskal (akses pembiayaan, sertifikasi mutu, dan bantuan teknis) bagi industri berbasis bahan baku lokal.