Pekik Resolusi Jihad KH Hasyim Asy'ari, Momen di Balik Lahirnya Hari Santri
KH Hasyim Asy'ari, pendiri Nahdlatul Ulama, mengambil langkah strategis untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Pada 21-22 Oktober 1945, ia mengundang para kiai se-Jawa dan Madura dalam sebuah pertemuan di Surabaya, yang dipimpin oleh KH Wahab Hasbullah. Rapat penting ini melahirkan keputusan monumental, dikenal sebagai Resolusi Jihad.
Inti dari keputusan tersebut adalah bahwa mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari penjajah hukumnya wajib bagi umat Islam. Seruan jihad fi sabilillah ini menggema ke seluruh penjuru negeri, membakar semangat perlawanan rakyat di medan tempur.
Resolusi Jihad memuat lima butir fatwa utama, yaitu:
Pertama, kemerdekaan Indonesia yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945 wajib dipertahankan.
Kedua, Republik Indonesia sebagai satu-satunya pemerintahan yang sah harus dijaga dan ditolong.
Ketiga, Belanda yang datang dengan bantuan Sekutu Inggris adalah musuh Republik Indonesia dan berupaya menjajah kembali.
Keempat, umat Islam, terutama anggota NU, wajib mengangkat senjata melawan penjajahan.
Kelima, perlawanan melawan penjajah merupakan perang suci (jihad) yang wajib bagi setiap muslim dalam radius 94 kilometer dari medan perang, sementara yang di luar radius wajib membantu secara material.
Fatwa ini menjadi dasar moral dan spiritual perlawanan rakyat Surabaya. Tak lama berselang, seruan jihad tersebut meletus menjadi pertempuran besar 10 November 1945, di mana ribuan pejuang gugur sebagai syuhada kemerdekaan.
Dari sinilah, peran santri dalam perjuangan bangsa tercatat abadi dalam sejarah. Setiap 22 Oktober, masyarakat Indonesia memperingati Hari Santri Nasional (HSN) sebagai bentuk penghormatan terhadap peran besar para santri dan ulama dalam memperjuangkan kemerdekaan bangsa.
KH Hasyim Asy'ari, pendiri Nahdlatul Ulama, mengambil langkah strategis untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Pada 21-22 Oktober 1945, ia mengundang para kiai se-Jawa dan Madura dalam sebuah pertemuan di Surabaya, yang dipimpin oleh KH Wahab Hasbullah. Rapat penting ini melahirkan keputusan monumental, dikenal sebagai Resolusi Jihad.
Inti dari keputusan tersebut adalah bahwa mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari penjajah hukumnya wajib bagi umat Islam. Seruan jihad fi sabilillah ini menggema ke seluruh penjuru negeri, membakar semangat perlawanan rakyat di medan tempur.
Resolusi Jihad memuat lima butir fatwa utama, yaitu:
Pertama, kemerdekaan Indonesia yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945 wajib dipertahankan.
Kedua, Republik Indonesia sebagai satu-satunya pemerintahan yang sah harus dijaga dan ditolong.
Ketiga, Belanda yang datang dengan bantuan Sekutu Inggris adalah musuh Republik Indonesia dan berupaya menjajah kembali.
Keempat, umat Islam, terutama anggota NU, wajib mengangkat senjata melawan penjajahan.
Kelima, perlawanan melawan penjajah merupakan perang suci (jihad) yang wajib bagi setiap muslim dalam radius 94 kilometer dari medan perang, sementara yang di luar radius wajib membantu secara material.
Fatwa ini menjadi dasar moral dan spiritual perlawanan rakyat Surabaya. Tak lama berselang, seruan jihad tersebut meletus menjadi pertempuran besar 10 November 1945, di mana ribuan pejuang gugur sebagai syuhada kemerdekaan.
Dari sinilah, peran santri dalam perjuangan bangsa tercatat abadi dalam sejarah. Setiap 22 Oktober, masyarakat Indonesia memperingati Hari Santri Nasional (HSN) sebagai bentuk penghormatan terhadap peran besar para santri dan ulama dalam memperjuangkan kemerdekaan bangsa.