Stasiun Cikarang jadi tempat menginap bagi penumpang KRL Commuter Line; wakil DPR RI menyarankan perpanjangan jam operasional. Pekerja shift malam di Jabodetabek kesulitan pulang karena keterbatasan jam operasional kereta api listrik (KRL) Commuter Line yang paling awal beroperasi sekitar 04.00 pagi.
Banyaknya keluhan ini ditanggapi oleh Wakil Ketua Komisi V DPR RI, Andi Iwan Darmawan Aras. Menurut Iwan, meningkatnya keluhan ini menyangkut kesejahteraan dasar pekerja urban dan layanan transportasi publik yang seharusnya berfungsi sebagai tulang punggung mobilitas masyarakat.
Pekerja shift malam di Jabodetabek memilih tidur bergeletak seadanya di stasiun menunggu jadwal kereta pertama untuk pulang. Ini ditekankan oleh Iwan bahwa dampak keterbatasan jam operasional KRL memunculkan tiga konsekuensi besar, yaitu dampak ekonomi seperti biaya transportasi meningkat untuk pekerja berpendapatan terbatas.
"Ketika KRL berhenti beroperasi lebih awal, pekerja shift malam harus beralih ke ojek online atau taksi dengan biaya dua hingga lima kali lipat dari ongkos KRL," ungkap Iwan. "Bagaikan pekerja dengan upah harian atau upah lembur terbatas, beban biaya ini mengurangi kemampuan mereka memenuhi kebutuhan dasar."
Selain itu, keterbatasan jam operasional KRL juga bisa mempengaruhi dampak kesehatan pekerja. Iwan menilai bahwa pekerja yang pulang lewat tengah malam sering kali tiba di rumah jauh lebih larut karena harus menunggu kendaraan atau menempuh perjalanan lebih lama.
"Kekurangan istirahat berulang meningkatkan risiko kecelakaan kerja, penurunan fokus, dan gangguan kesehatan kronis, terutama bagi pekerja industri dan layanan kesehatan," kata Iwan.
Banyaknya keluhan ini ditanggapi oleh Wakil Ketua Komisi V DPR RI, Andi Iwan Darmawan Aras. Menurut Iwan, meningkatnya keluhan ini menyangkut kesejahteraan dasar pekerja urban dan layanan transportasi publik yang seharusnya berfungsi sebagai tulang punggung mobilitas masyarakat.
Pekerja shift malam di Jabodetabek memilih tidur bergeletak seadanya di stasiun menunggu jadwal kereta pertama untuk pulang. Ini ditekankan oleh Iwan bahwa dampak keterbatasan jam operasional KRL memunculkan tiga konsekuensi besar, yaitu dampak ekonomi seperti biaya transportasi meningkat untuk pekerja berpendapatan terbatas.
"Ketika KRL berhenti beroperasi lebih awal, pekerja shift malam harus beralih ke ojek online atau taksi dengan biaya dua hingga lima kali lipat dari ongkos KRL," ungkap Iwan. "Bagaikan pekerja dengan upah harian atau upah lembur terbatas, beban biaya ini mengurangi kemampuan mereka memenuhi kebutuhan dasar."
Selain itu, keterbatasan jam operasional KRL juga bisa mempengaruhi dampak kesehatan pekerja. Iwan menilai bahwa pekerja yang pulang lewat tengah malam sering kali tiba di rumah jauh lebih larut karena harus menunggu kendaraan atau menempuh perjalanan lebih lama.
"Kekurangan istirahat berulang meningkatkan risiko kecelakaan kerja, penurunan fokus, dan gangguan kesehatan kronis, terutama bagi pekerja industri dan layanan kesehatan," kata Iwan.