Pemimpin Baru NU Tunggu: Apa Saja Harapan dari Tiga Kepemimpin?
Muktamar ke-35 Nahdlatul Ulama (NU) bakal menjelajah Surabaya tahun 2026. Masa depan organisasi Muslim terbesar di Indonesia ini akan ditentukan dalam kontestasi pemilihan kepemimpinan baru yang akan dipimpin oleh tiga figurnya: Nasaruddin Umar, Nusron Wahid dan Zulfa Mustofa.
Kepemimpinan ini bukan sekedar konflik kelompok kekuasaan. Muktamar ini lebih kepada mencari pemimpin baru yang siap menghadapi tantangan masa depan. Transformasi digital keagamaan, kompetisi antar kelompok Islam dan tantangan teknologi lainnya akan menjadi fokus yang dibicarakan di pertemuan ini.
Pertanyaannya: Siapa yang harus dipimpin? Kepemimpinan ini sebenarnya bukan hanya tentang siapa yang memiliki kekuasaan, melainkan bagaimana cara menghadapi permasalahan masa depan dengan benar. Pemimpin NU harus dapat mempertemukan antara pesantren dan negara.
Dua orang di antaranya adalah Nasaruddin Umar yang saat ini menjabat sebagai Menteri Agama. Ia memiliki kekuatan dalam organisasi, tetapi apakah ia harus dipilih dari dalam struktur negara atau lahir dari kultur organisasi itu sendiri? Apakah NU membutuhkan pemimpin yang bekerja dari dalam atau seseorang yang lahir dari cultura organisasi?
Selain itu, Nusron Wahid menawarkan pendekatan berbeda dengan kekuatan kultural yang mengakar kuat di GP Ansor dan jaringan NU. Pengalaman politik menambah daya tariknya sebagai kandidat yang mampu mengonsolidasikan kader muda, tetapi apakah perpaduan ini cukup untuk membawa NU memasuki fase baru.
Sementara itu, Zulfa Mustofa diharapkan dapat dipimpin oleh figur yang sepenuhnya kultural dengan penguasaan mendalam dalam tradisi keilmuan Islam. Dukungan dari struktur PBNU dan kalangan pesantren memperkuat posisinya, tetapi ia tidak membawa jejaring struktural negara.
Sementara itu, di balik kontestasi ini, ada sebuah pertanyaan yang lebih luas: bagaimana NU dapat beradaptasi dengan perubahan zaman tanpa mengorbankan nilai-nilai asli?
Muktamar ke-35 Nahdlatul Ulama (NU) bakal menjelajah Surabaya tahun 2026. Masa depan organisasi Muslim terbesar di Indonesia ini akan ditentukan dalam kontestasi pemilihan kepemimpinan baru yang akan dipimpin oleh tiga figurnya: Nasaruddin Umar, Nusron Wahid dan Zulfa Mustofa.
Kepemimpinan ini bukan sekedar konflik kelompok kekuasaan. Muktamar ini lebih kepada mencari pemimpin baru yang siap menghadapi tantangan masa depan. Transformasi digital keagamaan, kompetisi antar kelompok Islam dan tantangan teknologi lainnya akan menjadi fokus yang dibicarakan di pertemuan ini.
Pertanyaannya: Siapa yang harus dipimpin? Kepemimpinan ini sebenarnya bukan hanya tentang siapa yang memiliki kekuasaan, melainkan bagaimana cara menghadapi permasalahan masa depan dengan benar. Pemimpin NU harus dapat mempertemukan antara pesantren dan negara.
Dua orang di antaranya adalah Nasaruddin Umar yang saat ini menjabat sebagai Menteri Agama. Ia memiliki kekuatan dalam organisasi, tetapi apakah ia harus dipilih dari dalam struktur negara atau lahir dari kultur organisasi itu sendiri? Apakah NU membutuhkan pemimpin yang bekerja dari dalam atau seseorang yang lahir dari cultura organisasi?
Selain itu, Nusron Wahid menawarkan pendekatan berbeda dengan kekuatan kultural yang mengakar kuat di GP Ansor dan jaringan NU. Pengalaman politik menambah daya tariknya sebagai kandidat yang mampu mengonsolidasikan kader muda, tetapi apakah perpaduan ini cukup untuk membawa NU memasuki fase baru.
Sementara itu, Zulfa Mustofa diharapkan dapat dipimpin oleh figur yang sepenuhnya kultural dengan penguasaan mendalam dalam tradisi keilmuan Islam. Dukungan dari struktur PBNU dan kalangan pesantren memperkuat posisinya, tetapi ia tidak membawa jejaring struktural negara.
Sementara itu, di balik kontestasi ini, ada sebuah pertanyaan yang lebih luas: bagaimana NU dapat beradaptasi dengan perubahan zaman tanpa mengorbankan nilai-nilai asli?