Bencana Hidrometeorologis Sumatra Barat, Mitigasi yang Harus Ditingkatkan
Gempa tanah, banjir bandang, tanah longsor, dan hujan ekstrem merupakan bencana hidrometeorologis yang paling sering terjadi di Sumatra Barat. Banyak daerah di provinsi ini yang menjadi rentan akibat keberadaan Pegunungan Bukit Barisan, karena kondisi topografi wilayah tersebut terdiri dari lereng terjal, kontur curam, serta panjang sungai pendek.
Bencana hidrometeorologis yang terjadi pada bulan November 2025 telah menimbulkan dampak luas di berbagai wilayah. Menurut laporan resmi BPBD Provinsi Sumatra Barat, 163 orang meninggal dunia, 114 orang hilang, 111 orang luka-luka, serta lebih 121 ribu orang mengungsi dengan total 133.720 jiwa terdampak langsung di berbagai kabupaten dan kota di Sumatra Barat.
Kerentanan wilayah yang tinggi ini semakin meningkat pada kawasan permukiman dan infrastruktur yang berdekatan dengan lereng atau zona rawan geologi, serta topografi curam dan permukiman padat di sepanjang aliran sungai. Kondisi tersebut diperparah oleh meningkatnya frekuensi cuaca ekstrem akibat perubahan iklim dan anomali suhu permukaan laut di Samudra Hindia yang memicu peningkatan curah hujan tinggi secara tiba-tiba.
Pemerintah Provinsi Sumatra Barat harus meningkatkan upaya mitigasi bencana hidrometeorologis dengan melakukan rehabilitasi dan rekonstruksi terhadap sektor sosial, ekonomi, infrastruktur, dan lingkungan yang efektif. Selain itu, penguatan ketangguhan daerah terhadap bencana hidrometeorologis juga diperlukan.
Integrasi pengetahuan lokal dan partisipasi masyarakat menjadi dimensi penting yang menunjukkan partisipasi masyarakat dan pemanfaatan pengetahuan lokal dapat membantu mengidentifikasi faktor-faktor nonstruktural, seperti perilaku sosial dan pengelolaan sampah. Pembangunan kolam retensi di wilayah hilir daerah aliran sungai dan pembangunan kolam detensi di kawasan hulu sungai juga diperlukan untuk menurunkan potensi bencana.
Dengan kombinasi pengendalian tata ruang sederhana, pemulihan vegetasi, perbaikan lingkungan, dan edukasi berkelanjutan, risiko banjir bandang dan tanah longsor dapat ditekan secara efektif meski tanpa intervensi rekayasa besar.
Gempa tanah, banjir bandang, tanah longsor, dan hujan ekstrem merupakan bencana hidrometeorologis yang paling sering terjadi di Sumatra Barat. Banyak daerah di provinsi ini yang menjadi rentan akibat keberadaan Pegunungan Bukit Barisan, karena kondisi topografi wilayah tersebut terdiri dari lereng terjal, kontur curam, serta panjang sungai pendek.
Bencana hidrometeorologis yang terjadi pada bulan November 2025 telah menimbulkan dampak luas di berbagai wilayah. Menurut laporan resmi BPBD Provinsi Sumatra Barat, 163 orang meninggal dunia, 114 orang hilang, 111 orang luka-luka, serta lebih 121 ribu orang mengungsi dengan total 133.720 jiwa terdampak langsung di berbagai kabupaten dan kota di Sumatra Barat.
Kerentanan wilayah yang tinggi ini semakin meningkat pada kawasan permukiman dan infrastruktur yang berdekatan dengan lereng atau zona rawan geologi, serta topografi curam dan permukiman padat di sepanjang aliran sungai. Kondisi tersebut diperparah oleh meningkatnya frekuensi cuaca ekstrem akibat perubahan iklim dan anomali suhu permukaan laut di Samudra Hindia yang memicu peningkatan curah hujan tinggi secara tiba-tiba.
Pemerintah Provinsi Sumatra Barat harus meningkatkan upaya mitigasi bencana hidrometeorologis dengan melakukan rehabilitasi dan rekonstruksi terhadap sektor sosial, ekonomi, infrastruktur, dan lingkungan yang efektif. Selain itu, penguatan ketangguhan daerah terhadap bencana hidrometeorologis juga diperlukan.
Integrasi pengetahuan lokal dan partisipasi masyarakat menjadi dimensi penting yang menunjukkan partisipasi masyarakat dan pemanfaatan pengetahuan lokal dapat membantu mengidentifikasi faktor-faktor nonstruktural, seperti perilaku sosial dan pengelolaan sampah. Pembangunan kolam retensi di wilayah hilir daerah aliran sungai dan pembangunan kolam detensi di kawasan hulu sungai juga diperlukan untuk menurunkan potensi bencana.
Dengan kombinasi pengendalian tata ruang sederhana, pemulihan vegetasi, perbaikan lingkungan, dan edukasi berkelanjutan, risiko banjir bandang dan tanah longsor dapat ditekan secara efektif meski tanpa intervensi rekayasa besar.