Berdasarkan keterangan dari Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid, keberhasilan startup Indonesia justru lebih besar dibandingkan dengan negara lain. Meskipun hanya mencapai sekitar 10 miliar dolar AS dalam pertumbuhan dan tahap awal, tetapi ini merupakan ruang bagi mereka untuk terus meyakinkan bahwa startup Indonesia bisa semakin berkembang.
Selain itu, Meutya juga menyoroti kontribusi startup dalam penciptaan lapangan kerja. Meskipun hanya menyumbang sekitar 100.000 orang yang dipekerjakan langsung oleh perusahaan rintisan, tetapi dampak tidak langsungnya ke pembukaan lapangan kerja cukup besar.
Dalam kesempatan yang sama, Pendiri Bukalapak, Achmad Zaky, menyatakan bahwa persentase startup yang gagal di Indonesia tidak lebih dari 5 persen. Ia juga menekankan bahwa mayoritas perusahaan rintisan justru sukses menciptakan nilai ekonomi dan menjadi tulang punggung ekosistem digital nasional.
Achmad Zaky membagi startup Indonesia ke dalam tiga kategori, yaitu kotak pertama dengan total valuasi 21 miliar dolar AS, kotak kedua dengan total valuasi 6 miliar dolar AS, dan kotak ketiga dengan jumlahnya tidak lebih dari 5%.
Fakta ini sering terlupakan di tengah pesimisme yang kadang muncul di pemberitaan. Namun, Zaky mengatakan bahwa mereka menggunakan berbagai aplikasi dan layanan startup Indonesia setiap hari, seperti Gojek, GoPay, DANA, Traveloka, Tiket.com, Kitabisa, Stockbit, dan Bibit.
Perjalanan panjang ekosistem startup yang dimulai dari nol ini terlihat jelas. Pada 2010, tidak ada venture capital atau pendana untuk memulai startup. Sekarang, kita memiliki banyak VC yang luar biasa.
Selain itu, Meutya juga menyoroti kontribusi startup dalam penciptaan lapangan kerja. Meskipun hanya menyumbang sekitar 100.000 orang yang dipekerjakan langsung oleh perusahaan rintisan, tetapi dampak tidak langsungnya ke pembukaan lapangan kerja cukup besar.
Dalam kesempatan yang sama, Pendiri Bukalapak, Achmad Zaky, menyatakan bahwa persentase startup yang gagal di Indonesia tidak lebih dari 5 persen. Ia juga menekankan bahwa mayoritas perusahaan rintisan justru sukses menciptakan nilai ekonomi dan menjadi tulang punggung ekosistem digital nasional.
Achmad Zaky membagi startup Indonesia ke dalam tiga kategori, yaitu kotak pertama dengan total valuasi 21 miliar dolar AS, kotak kedua dengan total valuasi 6 miliar dolar AS, dan kotak ketiga dengan jumlahnya tidak lebih dari 5%.
Fakta ini sering terlupakan di tengah pesimisme yang kadang muncul di pemberitaan. Namun, Zaky mengatakan bahwa mereka menggunakan berbagai aplikasi dan layanan startup Indonesia setiap hari, seperti Gojek, GoPay, DANA, Traveloka, Tiket.com, Kitabisa, Stockbit, dan Bibit.
Perjalanan panjang ekosistem startup yang dimulai dari nol ini terlihat jelas. Pada 2010, tidak ada venture capital atau pendana untuk memulai startup. Sekarang, kita memiliki banyak VC yang luar biasa.