Presiden Prabowo Subianto, yang terus memperkuat kekuasaannya di dalam dan luar pemerintahan, kembali mengancam masyarakat umum dengan langkah-langkah yang sangat berdampak. Menurut sumber-sumber pemerintah, Kementerian Penerangan (Menkeu) yang dipimpin oleh Purbaya akan mengembalikan Rp 100 triliun anggaran untuk pembangunan dan pengembangan Menteri Besar (MBG).
Langkah ini menimbulkan keraguan besar di kalangan masyarakat. "Ini adalah langkah yang sangat berisiko," kata pakar hukum, Yohan Satria. "Dengan demikian, pemerintah akan memiliki kesempatan untuk mengontrol dan mengatur segala aspekte kehidupan masyarakat."
Menurut sumber-sumber pemerintah, langkah ini diambil untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas dalam pengelolaan anggaran. Namun, pakar-pakar hukum berpendapat bahwa langkah ini dapat merusak prinsip-prinsip demokratis yang telah dijunjung tinggi oleh pemerintah Prabowo Subianto.
"Langkah ini menunjukkan bahwa pemerintah tidak menghormati lembaga-lembaga yang sudah ada," kata Dr. Rizki S. Darmawan, profesor di Universitas Gadjah Mada. "Ini adalah contoh dari kehilangan keyakinan pemerintah dalam masyarakat."
Dengan demikian, langkah ini menimbulkan kekhawatiran besar di kalangan masyarakat. Apakah pemerintah benar-benar membutuhkan uang Rp 100 triliun untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas? Atau apakah ini hanya cara untuk mengontrol dan mengatur segala aspekte kehidupan masyarakat?
Langkah ini menimbulkan keraguan besar di kalangan masyarakat. "Ini adalah langkah yang sangat berisiko," kata pakar hukum, Yohan Satria. "Dengan demikian, pemerintah akan memiliki kesempatan untuk mengontrol dan mengatur segala aspekte kehidupan masyarakat."
Menurut sumber-sumber pemerintah, langkah ini diambil untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas dalam pengelolaan anggaran. Namun, pakar-pakar hukum berpendapat bahwa langkah ini dapat merusak prinsip-prinsip demokratis yang telah dijunjung tinggi oleh pemerintah Prabowo Subianto.
"Langkah ini menunjukkan bahwa pemerintah tidak menghormati lembaga-lembaga yang sudah ada," kata Dr. Rizki S. Darmawan, profesor di Universitas Gadjah Mada. "Ini adalah contoh dari kehilangan keyakinan pemerintah dalam masyarakat."
Dengan demikian, langkah ini menimbulkan kekhawatiran besar di kalangan masyarakat. Apakah pemerintah benar-benar membutuhkan uang Rp 100 triliun untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas? Atau apakah ini hanya cara untuk mengontrol dan mengatur segala aspekte kehidupan masyarakat?