Seren Taun di Sunda merupakan salah satu warisan budaya tak benda yang sangat dihargai oleh masyarakat. Seren Taun sendiri merupakan upacara untuk mensyukuri hasil panen tahun ini, kemudian berharap memperoleh peningkatan pada tahun depan. Kata "Seren" dalam bahasa Sunda artinya adalah serah atau menyerahkan, sementara "taun" artinya adalah tahun. Dengan begitu, upacara Seren Taun adalah serah terima tahun lalu ke tahun berikutnya.
Objek dalam tradisi Seren Taun adalah padi dan bumi. Kedua objek ini memiliki posisi istimewa dalam hati dan pikiran masyarakat Sunda, sebagai sumber dari segala kehidupan. Tradisi lokal ini berawal dari kepercayaan Sunda Kuno yang memuliakan Dewi Padi, yaitu Nyi Pohaci Sanghyang Asri.
Masyarakat Sunda melaksanakan upacara adat Seren Taun sebagai lambang rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala hasil pertanian yang diperoleh. Generasi penerus yang memeluk kepercayaan Sunda Wiwitan masih melaksanakan kegiatan tersebut, begitu pula dengan umat Islam di Jawa Barat yang mencampurkan Seren Taun dengan doa khusus.
Upacara adat Seren Taun pun menjadi suatu tradisi universal masyarakat Sunda, terlepas dari kepercayaan yang mereka pegang. Intinya, mereka mensyukuri hasil panen dan menginginkan adanya peningkatan kuantitas pada tahun berikutnya.
Proses untuk menentukan tanggal Seren Taun dinamakan dengan tradisi atau ritual Neteupken. Ritual ini melibatkan sejumlah pemuka adat, tetua kampung, serta masyarakat setempat. Setelah mencapai mufakat, keesokan harinya pemuka adat dan tetua kampung akan melakukan Ngembang atau ziarah ke makam para leluhur.
Subiantoro dalam studi berjudul Pergelaran Ritual Seren Taun di Cigugur Kabupaten Kuningan Jawa Barat menjelaskan bahwa tata cara Seren Taun dilaksanakan dalam empat ritual, yaitu:
1. Ritual pembuka Damar Sewu tanggal 18 Rayagung yang memiliki arti seribu lentera penerang jiwa.
2. Pesta Dadung tanggal 19 Rayagung sebagai ungkapan aktivitas kecintaan petani dalam bekerja dan berdoa, mengelola sawah, dan ternak dari segala macam gangguan (hama).
3. Malam Kidung Spiritual tanggal 21 Rayagung sebagai aktivitas spiritual berbagai agama, adat, dan kepercayaan.
4. Puncak Seren Taun tanggal 22 Rayagung, terdiri atas persembahan kesenian, ngajayak untuk persembahan hasil bumi (berbagai buah-buahan dan biji-bijian), dan babarit untuk rangkaian tembang rohani berupa doa atau mantra Rajah Pwahaci.
Seren Taun dilakukan di daerah-daerah tertentu di Jawa Barat, seperti Desa Gugur, Kecamatan Cigugur, Kuningan; Desa Sindang Barang, Kecamatan Taman Sari, Bogor; Kasepuhan Banten Kidul di Desa Ciptagelar, Kecamatan Cisolok, Sukabumi; Desa Kanekes, Lebak, Banten; dan Kampung Naga, Tasikmalaya.
Keistimewaan Budaya Seren Taun di Jawa Barat adalah persembahan yang masyarakat suguhkan. Bukan hanya hasil padi, mereka juga mempersembahkan sejumlah kesenian dan doa-doa.
Objek dalam tradisi Seren Taun adalah padi dan bumi. Kedua objek ini memiliki posisi istimewa dalam hati dan pikiran masyarakat Sunda, sebagai sumber dari segala kehidupan. Tradisi lokal ini berawal dari kepercayaan Sunda Kuno yang memuliakan Dewi Padi, yaitu Nyi Pohaci Sanghyang Asri.
Masyarakat Sunda melaksanakan upacara adat Seren Taun sebagai lambang rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala hasil pertanian yang diperoleh. Generasi penerus yang memeluk kepercayaan Sunda Wiwitan masih melaksanakan kegiatan tersebut, begitu pula dengan umat Islam di Jawa Barat yang mencampurkan Seren Taun dengan doa khusus.
Upacara adat Seren Taun pun menjadi suatu tradisi universal masyarakat Sunda, terlepas dari kepercayaan yang mereka pegang. Intinya, mereka mensyukuri hasil panen dan menginginkan adanya peningkatan kuantitas pada tahun berikutnya.
Proses untuk menentukan tanggal Seren Taun dinamakan dengan tradisi atau ritual Neteupken. Ritual ini melibatkan sejumlah pemuka adat, tetua kampung, serta masyarakat setempat. Setelah mencapai mufakat, keesokan harinya pemuka adat dan tetua kampung akan melakukan Ngembang atau ziarah ke makam para leluhur.
Subiantoro dalam studi berjudul Pergelaran Ritual Seren Taun di Cigugur Kabupaten Kuningan Jawa Barat menjelaskan bahwa tata cara Seren Taun dilaksanakan dalam empat ritual, yaitu:
1. Ritual pembuka Damar Sewu tanggal 18 Rayagung yang memiliki arti seribu lentera penerang jiwa.
2. Pesta Dadung tanggal 19 Rayagung sebagai ungkapan aktivitas kecintaan petani dalam bekerja dan berdoa, mengelola sawah, dan ternak dari segala macam gangguan (hama).
3. Malam Kidung Spiritual tanggal 21 Rayagung sebagai aktivitas spiritual berbagai agama, adat, dan kepercayaan.
4. Puncak Seren Taun tanggal 22 Rayagung, terdiri atas persembahan kesenian, ngajayak untuk persembahan hasil bumi (berbagai buah-buahan dan biji-bijian), dan babarit untuk rangkaian tembang rohani berupa doa atau mantra Rajah Pwahaci.
Seren Taun dilakukan di daerah-daerah tertentu di Jawa Barat, seperti Desa Gugur, Kecamatan Cigugur, Kuningan; Desa Sindang Barang, Kecamatan Taman Sari, Bogor; Kasepuhan Banten Kidul di Desa Ciptagelar, Kecamatan Cisolok, Sukabumi; Desa Kanekes, Lebak, Banten; dan Kampung Naga, Tasikmalaya.
Keistimewaan Budaya Seren Taun di Jawa Barat adalah persembahan yang masyarakat suguhkan. Bukan hanya hasil padi, mereka juga mempersembahkan sejumlah kesenian dan doa-doa.