Menteri Ketenagakerjaan RI, Yassierli, menyerukan serikat pekerja (SP) di lingkungan BUMN untuk siap menghadapi dua tantangan besar yang akan mempengaruhi dunia kerja di masa depan. Pertama, adalah disrupsi akibat perkembangan kecerdasan buatan (AI), dan kedua, adalah tuntutan transformasi menuju industri hijau.
"Peran serikat pekerja sangat penting untuk mengawal dua isu ini," kata Yassierli dalam keterangan tertulis. "Semangatnya adalah bagaimana kita bisa menyambut era AI dan transisi energi dengan cara yang adil, inklusif, dan tidak meninggalkan siapa pun."
Menurut Yassierli, bangsa Indonesia memiliki tiga DNA sosial utama, yaitu gotong royong, kekeluargaan, dan musyawarah mufakat. Nilai-nilai ini merupakan kekuatan khas bangsa yang dapat menjadi modal besar untuk memperkuat daya saing nasional.
"Saya percaya Indonesia memiliki modal sosial yang luar biasa," kata Yassierli. "Gotong royong, kekeluargaan, dan musyawarah mufakat adalah DNA bangsa kita yang seharusnya memberi energi untuk kemajuan."
Namun, ia menyayangkan nilai-nilai tersebut kini mulai memudar di dunia kerja. Padahal, semangat kebersamaan ini menjadi kekuatan yang pernah membawa bangsa Indonesia tumbuh besar dan mampu menghadapi berbagai persoalan.
Lebih lanjut, Yassierli menilai bahwa masyarakat Indonesia sudah terbiasa bekerja lintas fungsi dan membangun solidaritas tim melalui budaya gotong royong. Oleh karena itu, ia mengajak SP agar semangat tersebut dihidupkan kembali untuk menjawab tantangan disrupsi AI dan industri hijau.
"Jika tidak diantisipasi, kondisi ini dikhawatirkan akan membuka peluang bagi tenaga kerja asing mengambil alih peran tenaga kerja dalam negeri. Kita tidak boleh kehilangan kesempatan di negeri sendiri," jelasnya.
Selain itu, Yassierli menekankan pentingnya transformasi hubungan industrial yang berorientasi pada visi bersama antara manajemen dan serikat pekerja. Menurutnya, transformasi ini akan memperkuat ekosistem hubungan industrial yang berbasis asas kekeluargaan serta berorientasi pada kemajuan bersama.
"Kita perlu mendorong perusahaan agar tidak hanya berorientasi ke dalam (inward looking), tetapi juga ke luar (outward looking) untuk mewujudkan cita-cita bersama, yaitu perusahaan maju, masyarakat sekitar tumbuh, dan pelaku usaha di berbagai tingkatan, UMKM maupun supplier ikut berkembang," ujarnya.
"Peran serikat pekerja sangat penting untuk mengawal dua isu ini," kata Yassierli dalam keterangan tertulis. "Semangatnya adalah bagaimana kita bisa menyambut era AI dan transisi energi dengan cara yang adil, inklusif, dan tidak meninggalkan siapa pun."
Menurut Yassierli, bangsa Indonesia memiliki tiga DNA sosial utama, yaitu gotong royong, kekeluargaan, dan musyawarah mufakat. Nilai-nilai ini merupakan kekuatan khas bangsa yang dapat menjadi modal besar untuk memperkuat daya saing nasional.
"Saya percaya Indonesia memiliki modal sosial yang luar biasa," kata Yassierli. "Gotong royong, kekeluargaan, dan musyawarah mufakat adalah DNA bangsa kita yang seharusnya memberi energi untuk kemajuan."
Namun, ia menyayangkan nilai-nilai tersebut kini mulai memudar di dunia kerja. Padahal, semangat kebersamaan ini menjadi kekuatan yang pernah membawa bangsa Indonesia tumbuh besar dan mampu menghadapi berbagai persoalan.
Lebih lanjut, Yassierli menilai bahwa masyarakat Indonesia sudah terbiasa bekerja lintas fungsi dan membangun solidaritas tim melalui budaya gotong royong. Oleh karena itu, ia mengajak SP agar semangat tersebut dihidupkan kembali untuk menjawab tantangan disrupsi AI dan industri hijau.
"Jika tidak diantisipasi, kondisi ini dikhawatirkan akan membuka peluang bagi tenaga kerja asing mengambil alih peran tenaga kerja dalam negeri. Kita tidak boleh kehilangan kesempatan di negeri sendiri," jelasnya.
Selain itu, Yassierli menekankan pentingnya transformasi hubungan industrial yang berorientasi pada visi bersama antara manajemen dan serikat pekerja. Menurutnya, transformasi ini akan memperkuat ekosistem hubungan industrial yang berbasis asas kekeluargaan serta berorientasi pada kemajuan bersama.
"Kita perlu mendorong perusahaan agar tidak hanya berorientasi ke dalam (inward looking), tetapi juga ke luar (outward looking) untuk mewujudkan cita-cita bersama, yaitu perusahaan maju, masyarakat sekitar tumbuh, dan pelaku usaha di berbagai tingkatan, UMKM maupun supplier ikut berkembang," ujarnya.