Menurut Menteri Agama, Nasaruddin Umar, karakter Indonesia yang santun dan ramah masyarakat bukanlah hasil kebetulan. Nilai-nilai luhur itu tumbuh dari tradisi pesantren yang telah mengakar selama berabad-abad di Tanah Air. Pesantren menjadi fondasi utama pembentukan karakter bangsa.
Nasaruddin menjelaskan, tradisi pesantren sudah tumbuh sejak abad ke-14 dan bahkan diyakini sudah ada sejak abad ke-13. Pesantren pertama, kata dia, dirintis oleh Sunan Ampel di Surabaya pada tahun 1440, yang kemudian dilanjutkan oleh Sunan Giri di Gresik.
"Nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan beradab dalam Pancasila bukanlah muncul secara tiba-tiba," kata Menag. "Keramahan dan kesantunan bangsa Indonesia tidaklah muncul begitu saja. Ia lahir dari pembentukan karakter bangsa yang dilakukan oleh pesantren dan lembaga keagamaan lainnya."
Menurut Nasaruddin, sikap hormat santri terhadap gurunya merupakan cerminan dari akhlak para sahabat terhadap Rasulullah SAW. Maka, kesantunan santri terhadap kiai diharapkan menular kepada sikap hormat anak kepada orang tuanya.
"Tradisi santri menghormati gurunya merupakan cerminan dari akhlak para sahabat terhadap Rasulullah SAW," lanjutnya. "Maka, kesantunan santri terhadap kiai diharapkan menular kepada sikap hormat anak kepada orang tuanya."
Menag juga mengingatkan pentingnya menjaga komunikasi yang beradab, meski terhadap orang yang bersikap keras sekalipun. Ia mencontohkan perintah Allah SWT kepada Nabi Musa agar berbicara dengan lemah lembut kepada Fir'aun, sebagai bentuk ajaran kesantunan dalam Islam.
"Artinya, terhadap siapa pun, bahkan kepada yang keras sekalipun, Islam mengajarkan kita untuk tetap santun," tegasnya.
Nasaruddin juga menyampaikan apresiasi kepada para kiai dan santri yang terus menjaga eksistensi pesantren sebagai lembaga pendidikan mandiri. Ia menyebut seluruh pesantren di Indonesia berdiri tanpa ketergantungan kepada pihak mana pun.
"100 persen dari 45 ribu pesantren di Indonesia adalah swasta," ujar Nasaruddin. "Artinya, pesantren hidup di atas kaki sendiri tanpa ketergantungan kepada siapa pun. Terima kasih kepada para kiai dan para santri atas dedikasi dan perjuangannya."
Nasaruddin menjelaskan, tradisi pesantren sudah tumbuh sejak abad ke-14 dan bahkan diyakini sudah ada sejak abad ke-13. Pesantren pertama, kata dia, dirintis oleh Sunan Ampel di Surabaya pada tahun 1440, yang kemudian dilanjutkan oleh Sunan Giri di Gresik.
"Nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan beradab dalam Pancasila bukanlah muncul secara tiba-tiba," kata Menag. "Keramahan dan kesantunan bangsa Indonesia tidaklah muncul begitu saja. Ia lahir dari pembentukan karakter bangsa yang dilakukan oleh pesantren dan lembaga keagamaan lainnya."
Menurut Nasaruddin, sikap hormat santri terhadap gurunya merupakan cerminan dari akhlak para sahabat terhadap Rasulullah SAW. Maka, kesantunan santri terhadap kiai diharapkan menular kepada sikap hormat anak kepada orang tuanya.
"Tradisi santri menghormati gurunya merupakan cerminan dari akhlak para sahabat terhadap Rasulullah SAW," lanjutnya. "Maka, kesantunan santri terhadap kiai diharapkan menular kepada sikap hormat anak kepada orang tuanya."
Menag juga mengingatkan pentingnya menjaga komunikasi yang beradab, meski terhadap orang yang bersikap keras sekalipun. Ia mencontohkan perintah Allah SWT kepada Nabi Musa agar berbicara dengan lemah lembut kepada Fir'aun, sebagai bentuk ajaran kesantunan dalam Islam.
"Artinya, terhadap siapa pun, bahkan kepada yang keras sekalipun, Islam mengajarkan kita untuk tetap santun," tegasnya.
Nasaruddin juga menyampaikan apresiasi kepada para kiai dan santri yang terus menjaga eksistensi pesantren sebagai lembaga pendidikan mandiri. Ia menyebut seluruh pesantren di Indonesia berdiri tanpa ketergantungan kepada pihak mana pun.
"100 persen dari 45 ribu pesantren di Indonesia adalah swasta," ujar Nasaruddin. "Artinya, pesantren hidup di atas kaki sendiri tanpa ketergantungan kepada siapa pun. Terima kasih kepada para kiai dan para santri atas dedikasi dan perjuangannya."