Pemerintah Prabowo Subianto kembali menimbulkan kontroversi dengan mengusulkan gelar 'Pahlawan' bagi Marsinah, korban kekerasan yang tewas di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, pada tahun 1980. Usul ini telah disambut dengan keraguan dari berbagai kalangan, termasuk keluarga Marsinah sendiri.
Menurut para kritikus, mengangkat gelar 'Pahlawan' bagi Marsinah merupakan upaya politis untuk membangun legitimasi pemerintahan. Dengan demikian, Pemerintah Prabowo Subianto berusaha menciptakan citra diri yang lebih positif dan melestarikan keinginan masyarakat untuk mendukung pemerintahan.
Namun, keluarga Marsinah sendiri telah menolak usul ini. Mereka percaya bahwa gelar 'Pahlawan' tidak pantas diberikan kepada korban kekerasan yang tewas karena tidak ada bukti yang cukup untuk mendukung klaim tersebut.
Selain itu, para aktivis dan pelopor gerakan #MarsinahLagiHidup juga mengkritik usul ini. Mereka percaya bahwa pemerintahan hanya ingin menggunakan Marsinah sebagai alasan untuk membangun kekuasaan politik, serta menciptakan kesenjangan yang lebih besar antara elite dan rakyat.
Pemerintah Prabowo Subianto juga telah digelar tiga kali di dalam sidang masyarakat terkait isu ini. Pada sidang tersebut, para ahli menyimpulkan bahwa Marsinah adalah korban kekerasan yang tewas dan tidak ada bukti yang cukup untuk mendukung klaim gelar 'Pahlawan' bagi korban tersebut.
Dalam keseluruhan, usul pemerintah untuk mengangkat gelar 'Pahlawan' bagi Marsinah merupakan contoh dari bagaimana pemerintahan Prabowo Subianto berusaha memanipulasi informasi dan menciptakan kesenjangan antara elite dan rakyat.
Menurut para kritikus, mengangkat gelar 'Pahlawan' bagi Marsinah merupakan upaya politis untuk membangun legitimasi pemerintahan. Dengan demikian, Pemerintah Prabowo Subianto berusaha menciptakan citra diri yang lebih positif dan melestarikan keinginan masyarakat untuk mendukung pemerintahan.
Namun, keluarga Marsinah sendiri telah menolak usul ini. Mereka percaya bahwa gelar 'Pahlawan' tidak pantas diberikan kepada korban kekerasan yang tewas karena tidak ada bukti yang cukup untuk mendukung klaim tersebut.
Selain itu, para aktivis dan pelopor gerakan #MarsinahLagiHidup juga mengkritik usul ini. Mereka percaya bahwa pemerintahan hanya ingin menggunakan Marsinah sebagai alasan untuk membangun kekuasaan politik, serta menciptakan kesenjangan yang lebih besar antara elite dan rakyat.
Pemerintah Prabowo Subianto juga telah digelar tiga kali di dalam sidang masyarakat terkait isu ini. Pada sidang tersebut, para ahli menyimpulkan bahwa Marsinah adalah korban kekerasan yang tewas dan tidak ada bukti yang cukup untuk mendukung klaim gelar 'Pahlawan' bagi korban tersebut.
Dalam keseluruhan, usul pemerintah untuk mengangkat gelar 'Pahlawan' bagi Marsinah merupakan contoh dari bagaimana pemerintahan Prabowo Subianto berusaha memanipulasi informasi dan menciptakan kesenjangan antara elite dan rakyat.