KPK Jelaskan Kekuatan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) untuk BUMN, Terkait WNA Menduduki Posisi Direksi di PT Garuda Indonesia Tbk (Persero)
Budi Prasetyo, Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), menegaskan bahwa tiap penyelenggara negara wajib menyerahkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) termasuk yang bertugas di Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Hal ini terkait dengan soal Presiden Prabowo Subianto yang menyebut warga negara asing (WNA) bisa memimpin BUMN dan dua WNA menduduki posisi direksi di PT Garuda Indonesia Tbk (Persero).
Karena setiap penyelenggara negara punya kewajiban untuk melaporkan aset dan hartanya melalui LHKPN, kata Budi kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan. Meski begitu, status seorang WNA dalam BUMN harus dilihat terlebih dahulu apakah termasuk penyelenggara negara atau bukan.
"Nanti juga akan melihat statusnya di organisasi tersebut terhadap pihak-pihak yang ditunjuk, ditugaskan sebagai jajaran direksi," ucap Budi. Dia menjelaskan bahwa WNA yang berstatus penyelenggara negara tetap wajib menyerahkan LHKPN.
Apakah statusnya juga sebagai penyelenggara negara atau seperti apa? Nah, tentunya itu berkonsekuensi terhadap salah satunya adalah kewajiban LHKPN, tutur Budi. Meskipun BUMN dipimpin oleh seorang WNA, KPK tetap bisa melakukan tindakan atas dugaan korupsi atau fraud yang terjadi.
"Tentunya juga memang di situ ada dugaan fraud, dugaan tindakan korupsi, KPK tetap bisa menangani," katanya. Diketahui, KPK merasa lebih leluasa dan mendapat kepastian hukum untuk memberantas korupsi di BUMN dengan adanya pengesahan RUU BUMN.
Poin yang disoroti KPK terkait dihapusnya ketentuan yang menyebutkan anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris dan Dewan Pengawas bukan merupakan penyelenggara negara. Budi menyebutkan dengan berstatus sebagai penyelenggara negara, para pimpinan BUMN itu harus menyerahkan LHKPN yang merupakan salah satu instrumen pencegahan korupsi.
Belum lama ini, Prabowo memperbolehkan WNA atau ekspatriat untuk memimpin BUMN. Prabowo mengaku sudah mengubah regulasi yang menyebut pemimpin BUMN tidak harus seorang WNI, agar pengelolaan BUMN sesuai dengan standar bisnis internasional.
"Saya telah mengubah regulasi. Sekarang ekspatriat, non-Indonesia, bisa memimpin BUMN kita," ucap Prabowo di acara Forbes Global CEO Conference di Jakarta Selatan, Rabu (15/10/2025).
Budi Prasetyo, Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), menegaskan bahwa tiap penyelenggara negara wajib menyerahkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) termasuk yang bertugas di Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Hal ini terkait dengan soal Presiden Prabowo Subianto yang menyebut warga negara asing (WNA) bisa memimpin BUMN dan dua WNA menduduki posisi direksi di PT Garuda Indonesia Tbk (Persero).
Karena setiap penyelenggara negara punya kewajiban untuk melaporkan aset dan hartanya melalui LHKPN, kata Budi kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan. Meski begitu, status seorang WNA dalam BUMN harus dilihat terlebih dahulu apakah termasuk penyelenggara negara atau bukan.
"Nanti juga akan melihat statusnya di organisasi tersebut terhadap pihak-pihak yang ditunjuk, ditugaskan sebagai jajaran direksi," ucap Budi. Dia menjelaskan bahwa WNA yang berstatus penyelenggara negara tetap wajib menyerahkan LHKPN.
Apakah statusnya juga sebagai penyelenggara negara atau seperti apa? Nah, tentunya itu berkonsekuensi terhadap salah satunya adalah kewajiban LHKPN, tutur Budi. Meskipun BUMN dipimpin oleh seorang WNA, KPK tetap bisa melakukan tindakan atas dugaan korupsi atau fraud yang terjadi.
"Tentunya juga memang di situ ada dugaan fraud, dugaan tindakan korupsi, KPK tetap bisa menangani," katanya. Diketahui, KPK merasa lebih leluasa dan mendapat kepastian hukum untuk memberantas korupsi di BUMN dengan adanya pengesahan RUU BUMN.
Poin yang disoroti KPK terkait dihapusnya ketentuan yang menyebutkan anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris dan Dewan Pengawas bukan merupakan penyelenggara negara. Budi menyebutkan dengan berstatus sebagai penyelenggara negara, para pimpinan BUMN itu harus menyerahkan LHKPN yang merupakan salah satu instrumen pencegahan korupsi.
Belum lama ini, Prabowo memperbolehkan WNA atau ekspatriat untuk memimpin BUMN. Prabowo mengaku sudah mengubah regulasi yang menyebut pemimpin BUMN tidak harus seorang WNI, agar pengelolaan BUMN sesuai dengan standar bisnis internasional.
"Saya telah mengubah regulasi. Sekarang ekspatriat, non-Indonesia, bisa memimpin BUMN kita," ucap Prabowo di acara Forbes Global CEO Conference di Jakarta Selatan, Rabu (15/10/2025).