Korupsi di Balik Pembagian Kuota Haji, Rp100 Miliar Disita KPK - Kasus pembagian kuota haji tambahan yang melibatkan dugaan penyalahgunaan wewenang oleh penyelenggara negara dan pihak lainnya telah ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Menurut Juru Bicara KPK Budi Prasetyo, kasus ini melibatkan pengembalian uang hampir Rp100 miliar kepada negara, bukan kerugian keuangan negara.
"Perkara ini berpandukan dari adanya dugaan penyalahgunaan wewenang oleh penyelenggara negara yang bekerja sama dengan pihak lain dalam pembagian kuota haji tambahan untuk penyelenggaraan ibadah haji Indonesia tahun 2023-2024," kata Budi.
Kasus ini melibatkan dugaan aliran uang dari para Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) kepada oknum di Kementerian Agama, dengan berbagai modus seperti uang percepatan dan lainnya. Ditemukan juga bahwa kuota haji khusus yang diperjualbelikan oleh PIHK bermula dari adanya diskresi pembagian kuota tersebut.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003, keuangan negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang. Keuangan negara meliputi kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan dan/atau kepentingan umum, serta kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah.
KPK masih membutuhkan waktu untuk menuntaskan penanganan kasus ini karena melibatkan 400-an travel dan uang sudah mengalir ke banyak pihak. KPK bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam menelusuri aliran uang dalam kasus ini.
Menurut Budi, kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi kuota haji tambahan tahun 2023-2024 mencapai Rp1 triliun lebih. Temuan ini akan dikoordinasikan lebih lanjut dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Kasus ini juga telah mencegah tiga orang untuk bepergian ke luar negeri selama enam bulan, termasuk mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dan pemilik agen perjalanan haji dan umrah Maktour Travel.
"Perkara ini berpandukan dari adanya dugaan penyalahgunaan wewenang oleh penyelenggara negara yang bekerja sama dengan pihak lain dalam pembagian kuota haji tambahan untuk penyelenggaraan ibadah haji Indonesia tahun 2023-2024," kata Budi.
Kasus ini melibatkan dugaan aliran uang dari para Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) kepada oknum di Kementerian Agama, dengan berbagai modus seperti uang percepatan dan lainnya. Ditemukan juga bahwa kuota haji khusus yang diperjualbelikan oleh PIHK bermula dari adanya diskresi pembagian kuota tersebut.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003, keuangan negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang. Keuangan negara meliputi kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan dan/atau kepentingan umum, serta kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah.
KPK masih membutuhkan waktu untuk menuntaskan penanganan kasus ini karena melibatkan 400-an travel dan uang sudah mengalir ke banyak pihak. KPK bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam menelusuri aliran uang dalam kasus ini.
Menurut Budi, kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi kuota haji tambahan tahun 2023-2024 mencapai Rp1 triliun lebih. Temuan ini akan dikoordinasikan lebih lanjut dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Kasus ini juga telah mencegah tiga orang untuk bepergian ke luar negeri selama enam bulan, termasuk mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dan pemilik agen perjalanan haji dan umrah Maktour Travel.