pixeltembok
New member
Ketua KPK Usulkan Penghapusan Istilah "Gratifikasi" dalam RUU Perampasan Aset untuk Menghindari Bias
Jakarta - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Setyo Budiyanto mengajukan usul untuk menghapus istilah "gratifikasi" dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset yang saat ini diproses. Menurutnya, istilah gratifikasi dapat dianggap sebagai kebijakan yang diskriminatif dan menimbulkan ketidakadilan.
Dalam sebuah acara launching Beneficial Ownership (BO) Gateway di Graha Pengayoman, Kementerian Hukum, Jakarta Selatan, Senin (6/10), Setyo menjelaskan bahwa gratifikasi dinilai sebagai kebijakan yang tidak adil karena dapat mempengaruhi proses hukum. Menurutnya, istilah ini akan menimbulkan ketidakpastian dalam pelaksanaan undang-undang.
"Kami berharap perubahan-perubahan pada RUU Korupsi dapat menjadi perbaikan yang signifikan dalam pemberantasan korupsi di Indonesia," kata Setyo. "Dengan demikian, kami yakin bahwa pemberantasan korupsi akan lebih efektif dan menopang program-program penting yang digagas oleh Presiden Prabowo."
Setyo juga menjelaskan bahwa istilah gratifikasi dapat dianggap sebagai kebijakan yang diskriminatif karena hanya beberapa jenis tindak pidana yang diperuntukkan. Menurutnya, hal ini akan menimbulkan ketidakpastian dalam pelaksanaan undang-undang.
"Sekarang orang masih berpikir bahwa 'yang penting saya kasih waktu 30 hari', begitu 30 hari, kurang satu detik lupa, lewat 32 hari, sudah kena aturan, jatuhnya masuk ke suap," jelas Setyo.
RUU Perampasan Aset yang diusulkan ini merupakan salah satu dari 52 RUU Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025 yang disetujui oleh DPR RI. Keputusan ini diambil dalam rapat paripurna ke-5 masa persidangan I tahun sidang 2025-2026.
Dalam keseluruhan, usulan penghapusan istilah "gratifikasi" dari RUU Perampasan Aset dapat dilihat sebagai langkah positif untuk meningkatkan transparansi dan keadilan dalam pelaksanaan hukum. Dengan demikian, pemberantasan korupsi di Indonesia akan lebih efektif dan menopang program-program penting yang digagas oleh Presiden Prabowo.
Jakarta - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Setyo Budiyanto mengajukan usul untuk menghapus istilah "gratifikasi" dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset yang saat ini diproses. Menurutnya, istilah gratifikasi dapat dianggap sebagai kebijakan yang diskriminatif dan menimbulkan ketidakadilan.
Dalam sebuah acara launching Beneficial Ownership (BO) Gateway di Graha Pengayoman, Kementerian Hukum, Jakarta Selatan, Senin (6/10), Setyo menjelaskan bahwa gratifikasi dinilai sebagai kebijakan yang tidak adil karena dapat mempengaruhi proses hukum. Menurutnya, istilah ini akan menimbulkan ketidakpastian dalam pelaksanaan undang-undang.
"Kami berharap perubahan-perubahan pada RUU Korupsi dapat menjadi perbaikan yang signifikan dalam pemberantasan korupsi di Indonesia," kata Setyo. "Dengan demikian, kami yakin bahwa pemberantasan korupsi akan lebih efektif dan menopang program-program penting yang digagas oleh Presiden Prabowo."
Setyo juga menjelaskan bahwa istilah gratifikasi dapat dianggap sebagai kebijakan yang diskriminatif karena hanya beberapa jenis tindak pidana yang diperuntukkan. Menurutnya, hal ini akan menimbulkan ketidakpastian dalam pelaksanaan undang-undang.
"Sekarang orang masih berpikir bahwa 'yang penting saya kasih waktu 30 hari', begitu 30 hari, kurang satu detik lupa, lewat 32 hari, sudah kena aturan, jatuhnya masuk ke suap," jelas Setyo.
RUU Perampasan Aset yang diusulkan ini merupakan salah satu dari 52 RUU Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025 yang disetujui oleh DPR RI. Keputusan ini diambil dalam rapat paripurna ke-5 masa persidangan I tahun sidang 2025-2026.
Dalam keseluruhan, usulan penghapusan istilah "gratifikasi" dari RUU Perampasan Aset dapat dilihat sebagai langkah positif untuk meningkatkan transparansi dan keadilan dalam pelaksanaan hukum. Dengan demikian, pemberantasan korupsi di Indonesia akan lebih efektif dan menopang program-program penting yang digagas oleh Presiden Prabowo.