KPK Kelirukan Narasi Korupsi Uang Rp100 M di Kasus Haji, Bukan Kerugian Negara
Dalam kasus dugaan korupsi kuota haji tambahan yang melibatkan penyalahgunaan wewenang penyelenggara negara dan pihak lain, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan bahwa sejumlah uang yang telah disita sebenarnya tidak berasal dari kerugian negara melainkan dari uang jemaah.
Menurut Juru Bicara KPK Budi Prasetyo, penjelasan ini disampaikan untuk meluruskan narasi dalam artikel yang dimuat di situs asosiasi Himpunan Penyelenggara Umrah dan Haji (HIMPUH). Artikel tersebut menulis bahwa uang hampir Rp100 miliar yang dikembalikan pihak terkait dan kini telah disita KPK bukan kerugian keuangan negara, melainkan uang jemaah.
Budi Prasetyo menjelaskan bahwa kuota haji tambahan diberikan oleh pemerintah Arab Saudi kepada pemerintah Indonesia sebenarnya bertujuan untuk memangkas lamanya antrean jemaah haji reguler. Namun, dalam proses pembagian kuota tambahan ini, terdapat diskresi yang menyebabkan jumlah kuota haji reguler menjadi kurang dari semestinya.
"Kuota-kuota haji khusus yang diperjualbelikan oleh PIHK itu bermula dari adanya diskresi pembagian kuota tersebut," ungkap Budi. "Kemudian dalam perkembangan penyidikannya, ditemukan fakta-fakta adanya dugaan aliran uang dari para PIHK kepada oknum di Kemenag, dengan berbagai modus seperti uang percepatan dan lainnya."
Dalam kasus ini, KPK menemukan bahwa sejumlah uang yang telah disita sebenarnya tidak berasal dari kerugian negara melainkan dari uang jemaah. Uang jemaah ini didapatkan oleh oknum di Kemenag melalui berbagai modus, termasuk uang percepatan.
KPK juga menemukan bahwa ketua KPK Setyo Budiyanto sudah mengungkapkan jumlah uang yang telah disita di kasus dugaan korupsi kuota haji tambahan mencapai hampir Rp100 miliar. Namun, sekarang KPK menemukan bahwa sejumlah ini tidak berasal dari kerugian negara melainkan dari uang jemaah.
Dengan demikian, KPK berharap dapat menghilangkan keraguan masyarakat terhadap penanganan kasus ini dan meningkatkan kepercayaan masyarakat dalam pemerintahan.
Dalam kasus dugaan korupsi kuota haji tambahan yang melibatkan penyalahgunaan wewenang penyelenggara negara dan pihak lain, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan bahwa sejumlah uang yang telah disita sebenarnya tidak berasal dari kerugian negara melainkan dari uang jemaah.
Menurut Juru Bicara KPK Budi Prasetyo, penjelasan ini disampaikan untuk meluruskan narasi dalam artikel yang dimuat di situs asosiasi Himpunan Penyelenggara Umrah dan Haji (HIMPUH). Artikel tersebut menulis bahwa uang hampir Rp100 miliar yang dikembalikan pihak terkait dan kini telah disita KPK bukan kerugian keuangan negara, melainkan uang jemaah.
Budi Prasetyo menjelaskan bahwa kuota haji tambahan diberikan oleh pemerintah Arab Saudi kepada pemerintah Indonesia sebenarnya bertujuan untuk memangkas lamanya antrean jemaah haji reguler. Namun, dalam proses pembagian kuota tambahan ini, terdapat diskresi yang menyebabkan jumlah kuota haji reguler menjadi kurang dari semestinya.
"Kuota-kuota haji khusus yang diperjualbelikan oleh PIHK itu bermula dari adanya diskresi pembagian kuota tersebut," ungkap Budi. "Kemudian dalam perkembangan penyidikannya, ditemukan fakta-fakta adanya dugaan aliran uang dari para PIHK kepada oknum di Kemenag, dengan berbagai modus seperti uang percepatan dan lainnya."
Dalam kasus ini, KPK menemukan bahwa sejumlah uang yang telah disita sebenarnya tidak berasal dari kerugian negara melainkan dari uang jemaah. Uang jemaah ini didapatkan oleh oknum di Kemenag melalui berbagai modus, termasuk uang percepatan.
KPK juga menemukan bahwa ketua KPK Setyo Budiyanto sudah mengungkapkan jumlah uang yang telah disita di kasus dugaan korupsi kuota haji tambahan mencapai hampir Rp100 miliar. Namun, sekarang KPK menemukan bahwa sejumlah ini tidak berasal dari kerugian negara melainkan dari uang jemaah.
Dengan demikian, KPK berharap dapat menghilangkan keraguan masyarakat terhadap penanganan kasus ini dan meningkatkan kepercayaan masyarakat dalam pemerintahan.