Pekerja Umum dan Perumahan Rakyat Provinsi Riau (Dinas PUPR Riau) kembali menjadi fokus penyelidikan KPK. Penyelidik KPK telah melakukan penggeledahan di kantor Dinas tersebut, menyita dokumen-dokumen penting terkait pergeseran anggaran. Penggeledahan ini dilakukan setelah dugaan pemerasan oleh Gubernur Riau Abdul Wahid terhadap para Kepala UPT di Dinas PUPR.
Dugaan ini mengacu pada perubahan besar dalam anggaran UPT dari Rp 71,6 miliar menjadi Rp 177,4 miliar. KPK menduga bahwa Abdul Wahid meminta fee terkait pergeseran anggaran tersebut, yaitu sekitar Rp 7 miliar. Fee ini dikenal sebagai 'jatah preman'.
Dalam kasus ini, KPK juga menetapkan Dani M Nursalam selaku Tenaga Ahli Abdul Wahid, serta Kepala Dinas PUPR PKPP Provinsi Riau M Arief Setiawan sebagai tersangka. Para tersangka dijadikan target penyelidikan terkait Pasal 12 huruf e dan/atau Pasal huruf f dan/atau Pasal 12B UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Penggeledahan ini ditujukan untuk menyelidiki dugaan korupsi yang dilakukan oleh Abdul Wahid, serta memastikan bahwa uang tersebut tidak digunakan untuk tujuan yang tidak sah.
Dugaan ini mengacu pada perubahan besar dalam anggaran UPT dari Rp 71,6 miliar menjadi Rp 177,4 miliar. KPK menduga bahwa Abdul Wahid meminta fee terkait pergeseran anggaran tersebut, yaitu sekitar Rp 7 miliar. Fee ini dikenal sebagai 'jatah preman'.
Dalam kasus ini, KPK juga menetapkan Dani M Nursalam selaku Tenaga Ahli Abdul Wahid, serta Kepala Dinas PUPR PKPP Provinsi Riau M Arief Setiawan sebagai tersangka. Para tersangka dijadikan target penyelidikan terkait Pasal 12 huruf e dan/atau Pasal huruf f dan/atau Pasal 12B UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Penggeledahan ini ditujukan untuk menyelidiki dugaan korupsi yang dilakukan oleh Abdul Wahid, serta memastikan bahwa uang tersebut tidak digunakan untuk tujuan yang tidak sah.