KPK Tersangka Satori Menerima Dana CSR Selain dari Bank Indonesia dan OJK
Dalam kasus dugaan korupsi pada penyaluran dana Corporate Social Responsibility (CSR) Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga Anggota DPR RI, Satori, juga menerima dana CSR selain dari BI dan OJK.
Menurut Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, penyidik masih terus menelusuri sumber perolehan dari sejumlah kendaraan yang telah disita dari Satori. "KPK masih menelusuri sumber perolehan dari kendaraan-kendaraan tersebut. Penyidik akan melacak sumber aset ini," ujarnya.
Saat ini, KPK menyita sejumlah aset dari Satori terkait dengan dugaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) pada penyaluran dana CSR BI-OJK. Sejumlah aset yang disita yaitu dua bidang tanah dan bangunan, dua mobil ambulans, dua unit mobil berjenis Toyota ELP dan Toyota Kijang, satu unit motor, serta 18 kursi roda.
Total nilai aset-asetnya sekitar Rp10 miliar. Penyitaan ini dilakukan karena diduga aset-aset tersebut diperoleh dari hasil tindak pidana. Dalam kasus ini, Satori ditetapkan sebagai tersangka bersama dengan satu orang lainnya yaitu Anggota DPR RI, Heri Gunawan.
Satori disebut menerima pencairan dana CSR BI-OJK dalam tiga tahap. Tahap pertama Rp6,30 miliar dari BI melalui kegiatan Program Bantuan Sosial Bank Indonesia. Kemudian, Rp5,14 miliar dari OJK melalui kegiatan Penyuluhan Keuangan. Terkahir, Rp1,04 miliar dari Mitra Kerja Komisi XI DPR RI lain. Totalnya mencapai Rp12,52 miliar.
Sedangkan, Heri Gunawan mendapatkan penerimaan dengan total Rp15,86 miliar. Penerimaan itu juga dilakukan dalam tiga tahap. Rinciannya, yaitu senilai Rp6,26 miliar dari BI melalui kegiatan Program Bantuan Sosial Bank Indonesia; Rp7,64 miliar dari OJK melalui kegiatan Penyuluhan Keuangan; serta Rp1,94 miliar dari Mitra Kerja Komisi XI DPR RI.
Para tersangka disangkakan telah melanggar Pasal 12B UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor dan Pasal 55 ayat (1) jo Pasal 64 ayat (1) KUHP; serta TPPU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU Jo Pasal 55 ayat 1 ke-(1) KUHP.
Dalam kasus dugaan korupsi pada penyaluran dana Corporate Social Responsibility (CSR) Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga Anggota DPR RI, Satori, juga menerima dana CSR selain dari BI dan OJK.
Menurut Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, penyidik masih terus menelusuri sumber perolehan dari sejumlah kendaraan yang telah disita dari Satori. "KPK masih menelusuri sumber perolehan dari kendaraan-kendaraan tersebut. Penyidik akan melacak sumber aset ini," ujarnya.
Saat ini, KPK menyita sejumlah aset dari Satori terkait dengan dugaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) pada penyaluran dana CSR BI-OJK. Sejumlah aset yang disita yaitu dua bidang tanah dan bangunan, dua mobil ambulans, dua unit mobil berjenis Toyota ELP dan Toyota Kijang, satu unit motor, serta 18 kursi roda.
Total nilai aset-asetnya sekitar Rp10 miliar. Penyitaan ini dilakukan karena diduga aset-aset tersebut diperoleh dari hasil tindak pidana. Dalam kasus ini, Satori ditetapkan sebagai tersangka bersama dengan satu orang lainnya yaitu Anggota DPR RI, Heri Gunawan.
Satori disebut menerima pencairan dana CSR BI-OJK dalam tiga tahap. Tahap pertama Rp6,30 miliar dari BI melalui kegiatan Program Bantuan Sosial Bank Indonesia. Kemudian, Rp5,14 miliar dari OJK melalui kegiatan Penyuluhan Keuangan. Terkahir, Rp1,04 miliar dari Mitra Kerja Komisi XI DPR RI lain. Totalnya mencapai Rp12,52 miliar.
Sedangkan, Heri Gunawan mendapatkan penerimaan dengan total Rp15,86 miliar. Penerimaan itu juga dilakukan dalam tiga tahap. Rinciannya, yaitu senilai Rp6,26 miliar dari BI melalui kegiatan Program Bantuan Sosial Bank Indonesia; Rp7,64 miliar dari OJK melalui kegiatan Penyuluhan Keuangan; serta Rp1,94 miliar dari Mitra Kerja Komisi XI DPR RI.
Para tersangka disangkakan telah melanggar Pasal 12B UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor dan Pasal 55 ayat (1) jo Pasal 64 ayat (1) KUHP; serta TPPU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU Jo Pasal 55 ayat 1 ke-(1) KUHP.