Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan KUHAP mendalam kesedihan dan menyesalia atas tuduhan hoaks, pelabelan yang disampaikan Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, saat menanggapi beredarnya poster kekhawatiran masyarakat terkait pengesahan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Tuduhan tersebut menyebut Koalisi Masyarakat Sipil sebagai "koalisi pemalas".
"Koalisi sangat menyayangkan tuduhan-tuduhan hoaks dan stigma-stigma pelabelan yang disampaikan oleh anggota DPR tersebut. Alih-alih berdiskusi substansi, pelabelan-pelabelan yang tidak perlu justru terus dilakukan," tulis Koalisi dalam keterangan pers resmi.
Koalisi menegaskan bahwa poster berisikan empat poin keresahan masyarakat terhadap KUHAP yang diunggah oleh Bijak Memilih dan Indonesian Matters itu bukanlah hoaks. Poster itu disebut merupakan hasil dari sikap kritis pembacaan terhadap RUU KUHAP.
"Rekomendasi Koalisi selalu dalam tataran harapan paling tinggi pembaruan KUHAP sesuai dengan perspektif HAM, karena butuh 44 tahun merevisi KUHAP, maka sangat amat mengecewakan jika revisi KUHAP tidak dilakukan dengan komprehensif," tegas Koalisi.
Koalisi menekankan pentingnya berdebat mengenai substansi KUHAP tanpa stigma dan tuduhan-tuduhan yang tidak perlu. "Kami selalu siap bertarung dalam ranah substansi, bukan tuduhan dan stigma," sebut Koalisi.
Dalam kesempatan ini, Koalisi mendesak dan menyerukan Habiburokhman untuk tidak merespons kekhawatiran yang disampaikan masyarakat dengan pelabelan dan stigmatisasi hoaks. "Ketua Komisi III DPR RI tidak merespons kekhawatiran publik dengan stigma hoaks ataupun tuduhan lainnya," seru Koalisi.
Selain itu, karena pembahasan KUHAP yang dinilai sangat teknis dan berpotensi menyulitkan aparat penegak hukum dalam melakukan kerja-kerjanya, Koalisi juga mendesak pemerintah untuk menunda pemberlakuan KUHAP yang baru, demi mencegah kekacauan sistem peradilan pidana.
"Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto harus menunda pelaksanaan KUHAP Baru yang telah disahkan dan mengatur masa transisi minimal satu tahun sejak disahkan dengan penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang penundaan keberlakuan KUHAP," tutup Koalisi.
Sementara itu, Habiburokhman menyebut Koalisi Masyarakat Sipil sebagai "koalisi pemalas" karena tidak melihat siaran langsung DPR RI saat pembahasan KUHAP.
"Koalisi sangat menyayangkan tuduhan-tuduhan hoaks dan stigma-stigma pelabelan yang disampaikan oleh anggota DPR tersebut. Alih-alih berdiskusi substansi, pelabelan-pelabelan yang tidak perlu justru terus dilakukan," tulis Koalisi dalam keterangan pers resmi.
Koalisi menegaskan bahwa poster berisikan empat poin keresahan masyarakat terhadap KUHAP yang diunggah oleh Bijak Memilih dan Indonesian Matters itu bukanlah hoaks. Poster itu disebut merupakan hasil dari sikap kritis pembacaan terhadap RUU KUHAP.
"Rekomendasi Koalisi selalu dalam tataran harapan paling tinggi pembaruan KUHAP sesuai dengan perspektif HAM, karena butuh 44 tahun merevisi KUHAP, maka sangat amat mengecewakan jika revisi KUHAP tidak dilakukan dengan komprehensif," tegas Koalisi.
Koalisi menekankan pentingnya berdebat mengenai substansi KUHAP tanpa stigma dan tuduhan-tuduhan yang tidak perlu. "Kami selalu siap bertarung dalam ranah substansi, bukan tuduhan dan stigma," sebut Koalisi.
Dalam kesempatan ini, Koalisi mendesak dan menyerukan Habiburokhman untuk tidak merespons kekhawatiran yang disampaikan masyarakat dengan pelabelan dan stigmatisasi hoaks. "Ketua Komisi III DPR RI tidak merespons kekhawatiran publik dengan stigma hoaks ataupun tuduhan lainnya," seru Koalisi.
Selain itu, karena pembahasan KUHAP yang dinilai sangat teknis dan berpotensi menyulitkan aparat penegak hukum dalam melakukan kerja-kerjanya, Koalisi juga mendesak pemerintah untuk menunda pemberlakuan KUHAP yang baru, demi mencegah kekacauan sistem peradilan pidana.
"Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto harus menunda pelaksanaan KUHAP Baru yang telah disahkan dan mengatur masa transisi minimal satu tahun sejak disahkan dengan penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang penundaan keberlakuan KUHAP," tutup Koalisi.
Sementara itu, Habiburokhman menyebut Koalisi Masyarakat Sipil sebagai "koalisi pemalas" karena tidak melihat siaran langsung DPR RI saat pembahasan KUHAP.