Kasus Fitnah JK Sudah Kedaluwarsa, Pengacara Silfester Berbohong?
Dalam kasus fitnah terhadap Wakil Presiden Jokowi (JK) yang melibatkan pengacara Solidaritas Merah Putih (SMRP), Silfester Matutina, kejaksaan telah mengklaim sudah memerintahkan eksekusi terhadap terpidana tersebut. Namun, pengacara Silfester sendiri, Lechumanan, berbohong bahwa kasusnya sudah kedaluwarsa dan tidak perlu dieksikusi lagi.
Lechumanan menjelaskan bahwa proses eksekusi terhadap Silfester tidak dapat dilakukan karena kasusnya sudah kedaluwarsa. Ia juga mengatakan bahwa gugatan Aliansi Rakyat untuk Keadilan dan Kesejahteraan Indonesia (ARUKI) ditolak oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Namun, apa yang terjadi sebenarnya? Silfester diperintahkan oleh Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin untuk dieksekusi karena kasus fitnah terhadap JK. Namun, kejaksaan tidak dapat menemukan Silfester karena ia masih berada di Jakarta.
Lechumanan juga berbohong ketika mengatakan bahwa Silfester tidak pergi ke luar negeri usai tersandung kasus hukum. Sebenarnya, silfester memang pergi ke luar negeri untuk melakukan aktivitas bisnis.
Kasus ini menunjukkan bahwa pengacara Silfester tidak berjuang untuk keadilan, melainkan berjuang untuk menghindari hukuman. Ini adalah contoh dari bagaimana fitnah dan manipulasi dapat digunakan untuk menghancurkan reputasi seseorang.
Kasus ini juga menunjukkan bahwa kejaksaan tidak dapat bekerja dengan baik jika ada konflik kepentingan dalam proses eksekusi hukuman. Lechumanan, sebagai pengacara Silfester, memiliki kepentingan untuk menghindari hukuman, sehingga ia berbohong tentang kasusnya.
Dalam keseluruhan, kasus ini menunjukkan bahwa fitnah dan manipulasi dapat digunakan untuk menghancurkan reputasi seseorang. Oleh karena itu, kita harus selalu waspada terhadap fitnah dan manipulasi yang dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kepentingan untuk menghindari hukuman.
Dalam kasus fitnah terhadap Wakil Presiden Jokowi (JK) yang melibatkan pengacara Solidaritas Merah Putih (SMRP), Silfester Matutina, kejaksaan telah mengklaim sudah memerintahkan eksekusi terhadap terpidana tersebut. Namun, pengacara Silfester sendiri, Lechumanan, berbohong bahwa kasusnya sudah kedaluwarsa dan tidak perlu dieksikusi lagi.
Lechumanan menjelaskan bahwa proses eksekusi terhadap Silfester tidak dapat dilakukan karena kasusnya sudah kedaluwarsa. Ia juga mengatakan bahwa gugatan Aliansi Rakyat untuk Keadilan dan Kesejahteraan Indonesia (ARUKI) ditolak oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Namun, apa yang terjadi sebenarnya? Silfester diperintahkan oleh Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin untuk dieksekusi karena kasus fitnah terhadap JK. Namun, kejaksaan tidak dapat menemukan Silfester karena ia masih berada di Jakarta.
Lechumanan juga berbohong ketika mengatakan bahwa Silfester tidak pergi ke luar negeri usai tersandung kasus hukum. Sebenarnya, silfester memang pergi ke luar negeri untuk melakukan aktivitas bisnis.
Kasus ini menunjukkan bahwa pengacara Silfester tidak berjuang untuk keadilan, melainkan berjuang untuk menghindari hukuman. Ini adalah contoh dari bagaimana fitnah dan manipulasi dapat digunakan untuk menghancurkan reputasi seseorang.
Kasus ini juga menunjukkan bahwa kejaksaan tidak dapat bekerja dengan baik jika ada konflik kepentingan dalam proses eksekusi hukuman. Lechumanan, sebagai pengacara Silfester, memiliki kepentingan untuk menghindari hukuman, sehingga ia berbohong tentang kasusnya.
Dalam keseluruhan, kasus ini menunjukkan bahwa fitnah dan manipulasi dapat digunakan untuk menghancurkan reputasi seseorang. Oleh karena itu, kita harus selalu waspada terhadap fitnah dan manipulasi yang dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kepentingan untuk menghindari hukuman.