Kepala Dinkes DKI Jakarta: Raperda Kawasan Tanpa Rokok Belum Final

Pemerintah DKI Jakarta Tidak Menyakiti Pasar Tradisional dengan Rokerda Kawasan Tanpa Rokok, Kata Kepala Dinkes

Gubernur DKI Jakarta menegaskan bahwa raperda kawasan tanpa rokok belum menjadi peraturan yang resmi. Meskipun ada pasal dalam Raperda Kawasan Tanpa Rokok (KTR) yang menyebut pasar tradisional sebagai tempat umum tanpa rokok, hal tersebut belum menjadi implementasi yang pasti.

Mujiburohman, Sekjen Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI), mengungkapkan kekhawatiran pedagang. Menurutnya, penerapan pasar tradisional sebagai kawasan tanpa rokok akan mengurangi pendapatan mereka. Sampai saat ini, APPSI belum dundang atau dimintai masukan oleh legislatif maupun eksekutif.

"Kami tidak setuju dengan aturan seperti itu," kata Mujiburohman. "Pemerintah seharusnya fokus pada pengaturan, bukan pelarangan. Atur tempat merokok seadil mungkin, bukan melarang tempat berjualan. Ini menyangkut penghidupan pedagang dan keluarganya."

APPSI juga menyoroti pasal 17 Raperda KTR yang mengatur penerapan zonasi dengan melarang penjualan rokok dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak. Menurut Mujiburohman, aturan tersebut berpotensi mengancam mata pencaharian 12 juta pedagang yang tersebar di 38 provinsi.

"Bagaimana mungkin aturan seperti itu diterapkan? Kami tidak setuju," klaim dia.
 
Pemerintah benar-benar ingin melindungi kesehatan masyarakat, tapi kadang gak jelas bagaimana caranya diimplementasikan... Raperda KTR memang ada untuk melindungi anak-anak dari dampak rokok, tapi aku paham kalau pedagang juga harus hidup. Mereka bukan hanya orang yang menjual rokok, tapi juga orang yang membeli. Tapi aku setuju bahwa kita perlu berhati-hati dalam memberikan peraturan yang tidak adil...
 
Raperda kawasan tanpa rokok ini nampung perhatian banyak orang, tapi apa artinya di lapangan? Pedagang-pedagang kampus, aku tahu betapa sulitnya mereka. Tapi mengapa harus ada aturan yang mengurangi pendapatan mereka? Aku pikir lebih baik jika pemerintah fokus pada pengaturan yang adil dan tidak melarang tempat berjualan secara keseluruhan. Mereka harus mempertimbangkan kondisi sebenarnya di lapangan, bukan hanya dari sudut pandang teori 🤔
 
Saya paham pasalnya, tapi rasa saya kalau pemerintah harus lebih teliti dalam membuat peraturan ini. Jangan salah paham, pasar tradisional sudah ada sejak lama, dan kalau tiba-tiba dilarang rokok di sekitarnya, gak bisa dipikirkan lagi sih. Pedagang itu punya jalan pandang yang berbeda, tapi sepertinya mereka tidak mau mendengarkan pendapat orang lain. Mungkin perlu ada kerja sama lebih serius antara pemerintah dan APPSI agar semua pihak bisa saling memahami. Tapi kalau sudah di implementasikan, aku rasa kita harus siap untuk menerima konsekuensi dari segala sudut. 🤔
 
aku pikir pemerintah kembali membuat aturan baru yang tidak masuk akal lagi, raperda kawasan tanpa rokok yang dibicarakan sekarang ini ternyata hanya sebagai alasan untuk mengurangi pendapatan pedagang pasar tradisional. kalau gak ada masalah sama sekali, kenapa perlu membuat aturan baru yang bikin mereka kehabisan uang? apakah mereka tidak bisa fokus pada hal-hal penting seperti pemerataan masyarakat atau pembangunan ekonomi?
 
rasanya pemerintah kembali bikin masalah lagi... kalau mau banjir rokok, tapi nggak mau cari solusi yang lebih baik. apa artinya pasal di raperda itu hanya "tempat umum tanpa rokok" aja? kayaknya tidak ada jaminan bahwa pasar tradisional nanti tidak akan menjadi zona rokok lagi... siapa yang tahu kalau 12 juta pedagang harus kewalahan semua. toh lebih baik banjir rokok dulu, daripada cari solusi yang benar-benar berubah perubahan pola hidup masyarakat.
 
Saya sedih sekali mendengar opini Mujiburohman. Pasar tradisional adalah bagian dari kehidupan kita sehari-hari, tapi pemerintah terus mengambil kebijakan yang membatasi kita. Rokerda kawasan tanpa rokok itu seperti gantungan berat di leher pedagang.

Aku pikir lebih baik jika pemerintah fokus pada menata dan mengatur tempat-tempat umum sehingga semua orang bisa merasa nyaman dan aman. Kalau kita punya pasal tentang tidak merokok, tapi masih membiarkan penjualan di sekitar sekolah atau taman, itu lebih masuk akal.

Tapi yang paling beresiko adalah aturan yang melarang penjualan rokok di radius 200 meter dari tempat-tempat anak. Bagaimana mungkin pedagang bisa hidup dengan aturan seperti ini? Aku khawatir banyak pedagang akan kehilangan pendapatan, dan itu akan sangat berdampak pada keluarganya.

Saya setuju bahwa rokok membahayakan kesehatan kita, tapi pemerintah harus cari solusi yang lebih baik daripada membatasi pasar tradisional. Aku harap pemerintah bisa menemukan jalan tengah dan membuat kebijakan yang lebih adil bagi semua orang. 🤕
 
Raperda KTR ini memang bikin banyak orang bersemangat, tapi aku pikir masih terlalu cepat nih. Mereka harus lihat dampaknya terlebih dahulu sebelum melarang rokok di pasar tradisional. Aku sendiri suka musik traditional, tapi aku juga paham betapa buruknya dampak rokok. Tapi, aku rasa ini bukan soal memilih antara rokok dan pasar tradisional, tapi tentang caranya membuat keduanya bisa bersama-sama. Apakah kita harus melarang rokok di semua tempat, atau bisa giliran-giliran? Aku harap pemerintah bisa berbicara dengan pedagang dan masyarakat lebih baik lagi sebelum mengambil keputusan yang lebih keras. 🤔
 
kembali
Top