Korban TPPO Generasi Z Berpendidikan S2
Direktur Pelindungan Warga Negara Indonesia (WNI) Kementerian Luar Negeri, Judha Nugraha, mengungkapkan rahasia mengejutkan terkait praktik tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Menurutnya, banyak anak muda generasi Z yang menjadi korban praktik ini.
Salah satu kasus TPPO yang pernah ditangani Kemlu melibatkan seorang WNI dengan gelar master atau S2. Korban ini tertarik untuk berangkat ke luar negeri karena diingim-imingi pekerjaan dengan gaji yang lebih tinggi. Namun, ia justru tertipu oleh modus penipuan.
Modus TPPO yang digunakan adalah menggunakan skema penipuan cinta atau love scam. Perekrut berpura-pura menjadi sosok pria atau perempuan berpenampilan menarik dan mengajak WNI untuk bekerja di luar negeri dengan gaji tinggi, mulai dari 1.000 sampai 1.200 dolar Amerika Serikat.
"Dia akan kontak melalui berbagai macam cara, lewat sosmed, kenalan, dan say hello," kata Judha. "Kemudian, love scam itu muncul, dia coba mendekati secara romantik. Kemudian, ketika sudah terjerat, barulah kemudian modus penipuan."
Korban lantas diberikan arahan agar bisa lolos dari pemeriksaan di bandara. Perekrut bahkan disebutnya ada yang mengimbau WNI untuk tidak mengaku akan bekerja saat tiba di negara tujuan.
"Contoh misalnya begini, nanti kalau ditanya jangan ngaku kerja, tapi ngakunya wisata atau mengunjungi keluarga dan sebagainya," paparnya. "Dari sini harusnya sudah alert ya kita, kita mau kerja resmi kok disuruh bohong, harusnya lebih kritis."
Namun, tidak semua WNI yang terlibat dalam praktik online scam di luar negeri merupakan korban dari TPPO. Ada juga WNI yang memang secara sukarela berangkat ke luar negeri untuk bekerja sebagai penipu daring atau online scammer.
Judha menyebutkan saat Kemlu memulangkan WNI korban TPPO di Myanmar pada akhir 2024, ada seorang WNI berinisial S yang ikut dipulangkan ke Indonesia. Namun, empat bulan kemudian saat Kemlu memulangkan WNI lainnya di Kota Myawaddy, Myanmar, S kedapatan sudah kembali berada di lokasi.
"Kami masuk pada saat itu ke Myawaddy, kami pulangkan 599 [WNI], si S itu sudah ada di situ. Sudah ada di situ dan kami pulangkan yang kedua kali. Jadi, hanya dalam waktu rentang 4 bulan, dia sudah kembali lagi ke Myawaddy, bermasalah hal yang sama," pungkasnya.
Direktur Pelindungan Warga Negara Indonesia (WNI) Kementerian Luar Negeri, Judha Nugraha, mengungkapkan rahasia mengejutkan terkait praktik tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Menurutnya, banyak anak muda generasi Z yang menjadi korban praktik ini.
Salah satu kasus TPPO yang pernah ditangani Kemlu melibatkan seorang WNI dengan gelar master atau S2. Korban ini tertarik untuk berangkat ke luar negeri karena diingim-imingi pekerjaan dengan gaji yang lebih tinggi. Namun, ia justru tertipu oleh modus penipuan.
Modus TPPO yang digunakan adalah menggunakan skema penipuan cinta atau love scam. Perekrut berpura-pura menjadi sosok pria atau perempuan berpenampilan menarik dan mengajak WNI untuk bekerja di luar negeri dengan gaji tinggi, mulai dari 1.000 sampai 1.200 dolar Amerika Serikat.
"Dia akan kontak melalui berbagai macam cara, lewat sosmed, kenalan, dan say hello," kata Judha. "Kemudian, love scam itu muncul, dia coba mendekati secara romantik. Kemudian, ketika sudah terjerat, barulah kemudian modus penipuan."
Korban lantas diberikan arahan agar bisa lolos dari pemeriksaan di bandara. Perekrut bahkan disebutnya ada yang mengimbau WNI untuk tidak mengaku akan bekerja saat tiba di negara tujuan.
"Contoh misalnya begini, nanti kalau ditanya jangan ngaku kerja, tapi ngakunya wisata atau mengunjungi keluarga dan sebagainya," paparnya. "Dari sini harusnya sudah alert ya kita, kita mau kerja resmi kok disuruh bohong, harusnya lebih kritis."
Namun, tidak semua WNI yang terlibat dalam praktik online scam di luar negeri merupakan korban dari TPPO. Ada juga WNI yang memang secara sukarela berangkat ke luar negeri untuk bekerja sebagai penipu daring atau online scammer.
Judha menyebutkan saat Kemlu memulangkan WNI korban TPPO di Myanmar pada akhir 2024, ada seorang WNI berinisial S yang ikut dipulangkan ke Indonesia. Namun, empat bulan kemudian saat Kemlu memulangkan WNI lainnya di Kota Myawaddy, Myanmar, S kedapatan sudah kembali berada di lokasi.
"Kami masuk pada saat itu ke Myawaddy, kami pulangkan 599 [WNI], si S itu sudah ada di situ. Sudah ada di situ dan kami pulangkan yang kedua kali. Jadi, hanya dalam waktu rentang 4 bulan, dia sudah kembali lagi ke Myawaddy, bermasalah hal yang sama," pungkasnya.