Kemensos: Sekolah Rakyat Berasrama, Solusi Terakhir bagi Anak Putus Sekolah karena Ekonomi
Presiden Prabowo telah menegaskan komitmennya untuk melanjutkan program strategis Sekolah Rakyat berasrama sebagai upaya memutus rantai kemiskinan melalui akses pendidikan gratis dan berkualitas bagi anak-anak dari keluarga prasejahtera. Program ini diharapkan menjadi solusi bagi persoalan anak putus sekolah karena ekonomi.
Menurut Sekjen Kemensos Robben Rico, program Sekolah Rakyat lahir dari kesadaran atas lambatnya penurunan angka kemiskinan dan tingginya jumlah Anak Tidak Sekolah (ATS). Program ini diharapkan menjawab persoalan tersebut melalui pendidikan gratis berasrama yang komprehensif.
Pemerintah telah memulai fase awal program, yaitu Sekolah Rakyat Rintisan, dengan memanfaatkan fasilitas negara yang direnovasi. Pemerintah menargetkan pembangunan gedung khusus mulai 2026 dan memperluas jangkauan hingga 2029.
Saat ini, sudah terdapat 165 sekolah rintisan yang beroperasi di seluruh Indonesia. Analis Madya Ditjen Strategi Ekonomi dan Fiskal Kemenkeu, Roni Parasian menjelaskan program ini memanfaatkan dan mengoptimalkan anggaran lintas kementerian, sehingga Sekolah Rakyat tidak membebani APBN.
Sejumlah pihak mengapresiasi gagasan Sekolah Rakyat berkonsep asrama. Salah satunya, Pengamat Pendidikan Ina Liem, menilai konsep tersebut merupakan langkah inovatif untuk melindungi anak dari eksploitasi dan kekerasan.
Kepala SMA Rakyat 10 Jakarta Ratu Mulyanengsih turut mengapresiasi program ini, menyebut sekolah rakyat hadir sebagai ruang aman bagi remaja dari latar belakang rentan. "Banyak siswa kami korban kekerasan dan berasal dari lingkungan keras. Sekolah ini hadir untuk memutus rantai kemiskinan dan kekerasan," ujarnya.
Presiden Prabowo sebelumnya mengatakan bahwa sekolah rakyat kini mulai beroperasi dengan memprioritaskan anak-anak dari keluarga miskin atau yang berada di desil 1 berdasarkan Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN). Ke depan, ia menargetkan sekolah rakyat diperluas bagi anak dari keluarga desil 2 hingga 5.
Presiden Prabowo telah menegaskan komitmennya untuk melanjutkan program strategis Sekolah Rakyat berasrama sebagai upaya memutus rantai kemiskinan melalui akses pendidikan gratis dan berkualitas bagi anak-anak dari keluarga prasejahtera. Program ini diharapkan menjadi solusi bagi persoalan anak putus sekolah karena ekonomi.
Menurut Sekjen Kemensos Robben Rico, program Sekolah Rakyat lahir dari kesadaran atas lambatnya penurunan angka kemiskinan dan tingginya jumlah Anak Tidak Sekolah (ATS). Program ini diharapkan menjawab persoalan tersebut melalui pendidikan gratis berasrama yang komprehensif.
Pemerintah telah memulai fase awal program, yaitu Sekolah Rakyat Rintisan, dengan memanfaatkan fasilitas negara yang direnovasi. Pemerintah menargetkan pembangunan gedung khusus mulai 2026 dan memperluas jangkauan hingga 2029.
Saat ini, sudah terdapat 165 sekolah rintisan yang beroperasi di seluruh Indonesia. Analis Madya Ditjen Strategi Ekonomi dan Fiskal Kemenkeu, Roni Parasian menjelaskan program ini memanfaatkan dan mengoptimalkan anggaran lintas kementerian, sehingga Sekolah Rakyat tidak membebani APBN.
Sejumlah pihak mengapresiasi gagasan Sekolah Rakyat berkonsep asrama. Salah satunya, Pengamat Pendidikan Ina Liem, menilai konsep tersebut merupakan langkah inovatif untuk melindungi anak dari eksploitasi dan kekerasan.
Kepala SMA Rakyat 10 Jakarta Ratu Mulyanengsih turut mengapresiasi program ini, menyebut sekolah rakyat hadir sebagai ruang aman bagi remaja dari latar belakang rentan. "Banyak siswa kami korban kekerasan dan berasal dari lingkungan keras. Sekolah ini hadir untuk memutus rantai kemiskinan dan kekerasan," ujarnya.
Presiden Prabowo sebelumnya mengatakan bahwa sekolah rakyat kini mulai beroperasi dengan memprioritaskan anak-anak dari keluarga miskin atau yang berada di desil 1 berdasarkan Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN). Ke depan, ia menargetkan sekolah rakyat diperluas bagi anak dari keluarga desil 2 hingga 5.