Kehadiran AI dan Green Jobs Membuat Relevansi Tenaga Kerja RI Tertinggal
Kemunculan akal imitasi (AI) dan tuntutan green jobs yang semakin meningkat mengancam relevansi tenaga kerja Indonesia. Profil pendidikan angkatan kerja, di mana 53 persen berpendidikan SD-SMP, merupakan tantangan yang harus dihadapi agar tidak tertinggal dalam disrupsi teknologi.
Menurut Menteri Ketenagakerjaan Yassierli, kebijakan peningkatan kompetensi melalui skilling, upskilling, dan reskilling menjadi strategi utama untuk mencegah tenaga kerja Indonesia tergantikan. Beliau menekankan bahwa disrupsi terkait dengan IT, AI, dan tuntutan green jobs akan berdampak signifikan pada produktivitas tenaga kerja di Indonesia.
Data yang diungkapkan Yassierli menunjukkan komposisi pendidikan angkatan kerja Indonesia yang memprihatinkan. Sebanyak 53 persen berpendidikan SD dan SMP, 34 persen lulusan SMA dan SMK, dan hanya 13 persen yang merupakan lulusan universitas dan diploma.
Dalam upaya mengantisipasi ancaman ini, Kementerian Ketenagakerjaan telah meluncurkan berbagai inisiatif strategis. Langkah pertama adalah penyiapan ekosistem melalui pembangunan jejaring internasional dengan Asian Productivity Organization (APO) dan penyelenggaraan Indonesian Productivity Summit secara tahunan.
Selain itu, dibangun pula Productivity Center dan Productivity Clinics di perguruan tinggi dan balai vokasi, serta penghargaan Productivity Award di level nasional. Tahun depan, Kementerian Ketenagakerjaan berencana melakukan intervensi langsung untuk peningkatan produktivitas ke perusahaan-perusahaan.
Untuk meningkatkan kompetensi tenaga kerja, telah disiapkan sertifikasi Priority Specialist dari APO dan pembaruan standar kompetensi. Inovasi pendukung juga dikembangkan berupa podcast pembelajaran massal, buku saku, dan kalkulator produktivitas.
Kemunculan akal imitasi (AI) dan tuntutan green jobs yang semakin meningkat mengancam relevansi tenaga kerja Indonesia. Profil pendidikan angkatan kerja, di mana 53 persen berpendidikan SD-SMP, merupakan tantangan yang harus dihadapi agar tidak tertinggal dalam disrupsi teknologi.
Menurut Menteri Ketenagakerjaan Yassierli, kebijakan peningkatan kompetensi melalui skilling, upskilling, dan reskilling menjadi strategi utama untuk mencegah tenaga kerja Indonesia tergantikan. Beliau menekankan bahwa disrupsi terkait dengan IT, AI, dan tuntutan green jobs akan berdampak signifikan pada produktivitas tenaga kerja di Indonesia.
Data yang diungkapkan Yassierli menunjukkan komposisi pendidikan angkatan kerja Indonesia yang memprihatinkan. Sebanyak 53 persen berpendidikan SD dan SMP, 34 persen lulusan SMA dan SMK, dan hanya 13 persen yang merupakan lulusan universitas dan diploma.
Dalam upaya mengantisipasi ancaman ini, Kementerian Ketenagakerjaan telah meluncurkan berbagai inisiatif strategis. Langkah pertama adalah penyiapan ekosistem melalui pembangunan jejaring internasional dengan Asian Productivity Organization (APO) dan penyelenggaraan Indonesian Productivity Summit secara tahunan.
Selain itu, dibangun pula Productivity Center dan Productivity Clinics di perguruan tinggi dan balai vokasi, serta penghargaan Productivity Award di level nasional. Tahun depan, Kementerian Ketenagakerjaan berencana melakukan intervensi langsung untuk peningkatan produktivitas ke perusahaan-perusahaan.
Untuk meningkatkan kompetensi tenaga kerja, telah disiapkan sertifikasi Priority Specialist dari APO dan pembaruan standar kompetensi. Inovasi pendukung juga dikembangkan berupa podcast pembelajaran massal, buku saku, dan kalkulator produktivitas.