Jaksa Harus Pastikan Pengembalian Sesuai Vonis dalam Kasus CPO Rp13,2 Triliun
Kasus tindak pidana korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak mentah CPO senilai Rp13,2 triliun masih belum sepenuhnya ditentuh. Menurut ahli hukum pidana Universitas Gadjah Mada, Marcus Priyo Gunarto, langkah Kejaksaan Agung (Kejagung) yang mengeksekusi pengembalian uang negara merupakan bentuk transparansi publik yang patut dicontoh.
"Proses eksekusi sering kali tidak dilakukan secara terbuka. Langkah kejaksaan yang mengekspos pengembalian kerugian negara itu bagus," kata Marcus, Senin (20/10/2025).
Menurutnya, inti dari proses hukum tindak pidana korupsi bukan hanya pada pemidanaan pelaku, tetapi pada pengembalian kerugian keuangan negara. Idealnya, eksekusi pengembalian uang negara harus dilakukan secara terbuka dan proporsional sesuai dengan nilai kerugian negara yang ditetapkan dalam putusan pengadilan.
"Jika belum impas, jaksa bisa mengejar harta dari para terpidana," ujarnya. Eksekusi pengembalian uang negara merupakan pelaksanaan vonis pengadilan yang menjadi kewenangan jaksa.
Hal utama yang harus dipantau Kejaksaan adalah kecocokan antara nilai pengembalian dengan isi putusan hakim. "Eksekusi pengembalian kerugian negara dari kasus korupsi merupakan pelaksanaan vonis hakim yang dilakukan oleh jaksa. Hal yang harus dipantau adalah kesesuaiannya dengan vonis tersebut," tegasnya.
Menurut Marcus, langkah Kejagung mengeksposisi proses eksekusi pengembalian kerugian negara merupakan bentuk transparansi publik yang patut dicontoh. Pernyataan tersebut disampaikan menanggapi kegiatan Kejagung yang menyerahkan uang pengganti kerugian negara senilai Rp13,255 triliun dalam kasus tindak pidana korupsi pemberian fasilitas ekspor CPO dan turunannya.
Kasus tindak pidana korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak mentah CPO senilai Rp13,2 triliun masih belum sepenuhnya ditentuh. Menurut ahli hukum pidana Universitas Gadjah Mada, Marcus Priyo Gunarto, langkah Kejaksaan Agung (Kejagung) yang mengeksekusi pengembalian uang negara merupakan bentuk transparansi publik yang patut dicontoh.
"Proses eksekusi sering kali tidak dilakukan secara terbuka. Langkah kejaksaan yang mengekspos pengembalian kerugian negara itu bagus," kata Marcus, Senin (20/10/2025).
Menurutnya, inti dari proses hukum tindak pidana korupsi bukan hanya pada pemidanaan pelaku, tetapi pada pengembalian kerugian keuangan negara. Idealnya, eksekusi pengembalian uang negara harus dilakukan secara terbuka dan proporsional sesuai dengan nilai kerugian negara yang ditetapkan dalam putusan pengadilan.
"Jika belum impas, jaksa bisa mengejar harta dari para terpidana," ujarnya. Eksekusi pengembalian uang negara merupakan pelaksanaan vonis pengadilan yang menjadi kewenangan jaksa.
Hal utama yang harus dipantau Kejaksaan adalah kecocokan antara nilai pengembalian dengan isi putusan hakim. "Eksekusi pengembalian kerugian negara dari kasus korupsi merupakan pelaksanaan vonis hakim yang dilakukan oleh jaksa. Hal yang harus dipantau adalah kesesuaiannya dengan vonis tersebut," tegasnya.
Menurut Marcus, langkah Kejagung mengeksposisi proses eksekusi pengembalian kerugian negara merupakan bentuk transparansi publik yang patut dicontoh. Pernyataan tersebut disampaikan menanggapi kegiatan Kejagung yang menyerahkan uang pengganti kerugian negara senilai Rp13,255 triliun dalam kasus tindak pidana korupsi pemberian fasilitas ekspor CPO dan turunannya.