Kapolri Listyo Sigit Prabowo memastikan jajarannya akan menertibkan ruang digital usai 110 anak yang teridentifikasi merencanakan aksi terorisme di sepanjang tahun 2025. Ia tidak ingin perkembangan teknologi justru membuat generasi muda menjadi korban kelompok terorisme.
"Kita harus memberikan edukasi yang lebih baik, bukan pembungkaman," katanya saat Mapolda DIY, Sleman, Jumat lalu. "Sehingga masyarakat, anak-anak kita kemudian terselamatkan dari potensi-potensi bahaya terpapar oleh paham-paham tertentu, hal-hal tertentu yang kemudian membahayakan keselamatan jiwa dan masyarakat."
Sigit mengakui jika perekrutan muapun proses radikalisasi anak-anak oleh jaringan terorisme dengan memanfaatkan ruang digital, mulai dari media sosial hingga gim daring merupakan fenomena yang baru. "Mereka memiliki hobi awalnya. Dengan hobi tersebut, ternyata kemudian di dalamnya juga ada potensi-potensi yang kemudian terpapar oleh jenis-jenis permainan yang ada di game online."
Kapolri itu memastikan jajarannya terus mendalami fenomena ini dan mengajak para pemangku kepentingan serta masyarakat aktif melakukan pencegahan dari lingkup paling kecil, yaitu keluarga. "Kita terus dalami dan harapan kita tidak akan sampai ini kemudian menjadi satu pemahaman yang diikuti, yang tentunya kalau ini kita biarkan akan berdampak terhadap terganggu-nya keselamatan masyarakat dan jiwa orang lain," katanya.
Sebelumnya, Juru Bicara Densus 88 Antiteror Polri AKBP Mayndra Eka Wardhana mengungkap ada 110 anak yang teridentifikasi merencanakan aksi teror di sejumlah wilayah sepanjang tahun 2025. Jumlah itu peningkatan signifikan jika dibandingkan tahun sebelumnya.
Sementara itu, Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko mengatakan ratusan anak itu memiliki rentang usia antara 10-18 tahun dan tersebar di 23 provinsi. Densus 88 telah melakukan upaya intervensi terhadap 110 anak itu sebagai langkah pencegahan terhadap aksi teror yang direncanakan.
"Kita harus memberikan edukasi yang lebih baik, bukan pembungkaman," katanya saat Mapolda DIY, Sleman, Jumat lalu. "Sehingga masyarakat, anak-anak kita kemudian terselamatkan dari potensi-potensi bahaya terpapar oleh paham-paham tertentu, hal-hal tertentu yang kemudian membahayakan keselamatan jiwa dan masyarakat."
Sigit mengakui jika perekrutan muapun proses radikalisasi anak-anak oleh jaringan terorisme dengan memanfaatkan ruang digital, mulai dari media sosial hingga gim daring merupakan fenomena yang baru. "Mereka memiliki hobi awalnya. Dengan hobi tersebut, ternyata kemudian di dalamnya juga ada potensi-potensi yang kemudian terpapar oleh jenis-jenis permainan yang ada di game online."
Kapolri itu memastikan jajarannya terus mendalami fenomena ini dan mengajak para pemangku kepentingan serta masyarakat aktif melakukan pencegahan dari lingkup paling kecil, yaitu keluarga. "Kita terus dalami dan harapan kita tidak akan sampai ini kemudian menjadi satu pemahaman yang diikuti, yang tentunya kalau ini kita biarkan akan berdampak terhadap terganggu-nya keselamatan masyarakat dan jiwa orang lain," katanya.
Sebelumnya, Juru Bicara Densus 88 Antiteror Polri AKBP Mayndra Eka Wardhana mengungkap ada 110 anak yang teridentifikasi merencanakan aksi teror di sejumlah wilayah sepanjang tahun 2025. Jumlah itu peningkatan signifikan jika dibandingkan tahun sebelumnya.
Sementara itu, Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko mengatakan ratusan anak itu memiliki rentang usia antara 10-18 tahun dan tersebar di 23 provinsi. Densus 88 telah melakukan upaya intervensi terhadap 110 anak itu sebagai langkah pencegahan terhadap aksi teror yang direncanakan.