Fenomena pengendara yang berusaha menutup pelat nomor kendaraan untuk menghindari tilang elektronik telah muncul di Indonesia. Namun, menurut Kepala Korps Lalu Lintas Polri (Kakorlantas) Irjen Agus Suryonugroho, fenomena ini tidak akan mempengaruhi penegakan hukum lalu lintas di Indonesia.
Irjen Agus menjelaskan bahwa proses penegakan hukum lalu lintas telah dilakukan secara digital melalui e-TLE (Elektronik Toll Lanes Enforcement), yang sudah mencapai 95 persen. Hal ini menunjukkan bahwa sistem tilang elektronik sudah efektif dan efisien dalam melakukan penegakan hukum lalu lintas.
"Penegakan hukum melalui e-TLE 95 persen, itu kita utamakan, karena kita harus lompat dengan kondisi yang digital. Tilang itu hanya 5 persen," kata Irjen Agus.
Ia juga menjelaskan bahwa ada tiga cara penegakan hukum lalu lintas, yaitu melalui tilang elektronik, tilang manual, dan penegakan hukum melalui teguran. Namun, Irjen Agus menekankan bahwa upaya preventif lebih penting daripada penegakan hukum.
"Jadi kita tidak bangga untuk melakukan penegakan hukum. Ditegur atau mungkin tidak ada penegakan hukum tetapi semuanya tertib. E-TLE-nya juga tidak terlalu kerja optimal nggak ada masalah, yang penting selamat di jalan," ungkap Irjen Agus.
Selain itu, Irjen Agus juga memastikan bahwa akan terus mengevaluasi penerapan tilang elektronik dan mengembangkan berbagai jenis e-TLE sesuai kebutuhan. Salah satunya adalah e-TLE handheld yang dapat dibawa oleh petugas Polantas yang telah tersertifikasi.
"Kinerja e-TLE ini kan kita evaluasi terus ya. Kalau kita tidak bisa meng-capture pelat kendaraan yang ditutup, kan secara manual ada. Ada handheld, itu bisa dibawa, praktis," tutur Irjen Agus.
Dengan demikian, fenomena pengendara yang berusaha menutup pelat nomor kendaraan untuk menghindari tilang elektronik tidak akan mempengaruhi penegakan hukum lalu lintas di Indonesia.
Irjen Agus menjelaskan bahwa proses penegakan hukum lalu lintas telah dilakukan secara digital melalui e-TLE (Elektronik Toll Lanes Enforcement), yang sudah mencapai 95 persen. Hal ini menunjukkan bahwa sistem tilang elektronik sudah efektif dan efisien dalam melakukan penegakan hukum lalu lintas.
"Penegakan hukum melalui e-TLE 95 persen, itu kita utamakan, karena kita harus lompat dengan kondisi yang digital. Tilang itu hanya 5 persen," kata Irjen Agus.
Ia juga menjelaskan bahwa ada tiga cara penegakan hukum lalu lintas, yaitu melalui tilang elektronik, tilang manual, dan penegakan hukum melalui teguran. Namun, Irjen Agus menekankan bahwa upaya preventif lebih penting daripada penegakan hukum.
"Jadi kita tidak bangga untuk melakukan penegakan hukum. Ditegur atau mungkin tidak ada penegakan hukum tetapi semuanya tertib. E-TLE-nya juga tidak terlalu kerja optimal nggak ada masalah, yang penting selamat di jalan," ungkap Irjen Agus.
Selain itu, Irjen Agus juga memastikan bahwa akan terus mengevaluasi penerapan tilang elektronik dan mengembangkan berbagai jenis e-TLE sesuai kebutuhan. Salah satunya adalah e-TLE handheld yang dapat dibawa oleh petugas Polantas yang telah tersertifikasi.
"Kinerja e-TLE ini kan kita evaluasi terus ya. Kalau kita tidak bisa meng-capture pelat kendaraan yang ditutup, kan secara manual ada. Ada handheld, itu bisa dibawa, praktis," tutur Irjen Agus.
Dengan demikian, fenomena pengendara yang berusaha menutup pelat nomor kendaraan untuk menghindari tilang elektronik tidak akan mempengaruhi penegakan hukum lalu lintas di Indonesia.