Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Syafrin Liputo, telah menegaskan bahwa tarif MRT Jakarta dan LRT Jabodebek tidak akan naik meski ada pengurangan Dana Bagi Hasil (DBH) dari pemerintah pusat. Menurutnya, analisis subsidi tarif MRT dan LRT masih masuk dalam perhitungan.
Syafrin mengatakan bahwa untuk perhitungan willingness to pay dan analisis ability to pay pengguna, tarif MRT sekarang Rp 13 ribu sekian dan tarif LRT sebesar Rp 7 ribu. Jika dikalikan dengan jumlah pelanggan, subsidi rata-rata per pelanggan tersebut sekitar Rp 6 ribu rupiah. Oleh karena itu, Syafrin menegaskan bahwa tidak ada kenaikan tarif MRT dan LRT.
Sementara itu, bagi Transjakarta, Syafrin mengatakan bahwa tarifnya harus dipertimbangkan ulang karena sudah lebih dari dua puluh tahun yang lalu, yaitu Rp 3.500. Menurutnya, tarif tersebut tidak lagi sesuai dengan kebutuhan dan inflasi saat ini.
"Kita harus melakukan penyesuaian," kata Syafrin. "Karena tarif itu sudah lebih dari dua puluh tahun yang lalu, maka kita harus melakukan penyesuaian agar tarif tersebut tetap sesuai dengan kebutuhan masyarakat."
Syafrin juga menyebutkan bahwa inflasi saat ini telah meningkat sebesar 2,87 kali lipat. Oleh karena itu, Syafrin mengatakan bahwa penyesuaian tarif Transjakarta harus dilakukan agar tidak kalah dengan tingkat inflasi.
Dalam hal ini, Syafrin juga menyebutkan bahwa APBD DKI Jakarta 2026 telah turun sebesar Rp 15 triliun menjadi Rp 79 triliun. Menurutnya, pemotongan tersebut merupakan tantangan bagi Pemprov Jakarta untuk melakukan realokasi dan efisiensi.
"Ya, harus (BUMD putar otak). Jadi era menggunakan dana besar yang tanpa pengawalan ketat sudah lewat," kata Pramono Anung, Gubernur Jakarta.
Syafrin mengatakan bahwa untuk perhitungan willingness to pay dan analisis ability to pay pengguna, tarif MRT sekarang Rp 13 ribu sekian dan tarif LRT sebesar Rp 7 ribu. Jika dikalikan dengan jumlah pelanggan, subsidi rata-rata per pelanggan tersebut sekitar Rp 6 ribu rupiah. Oleh karena itu, Syafrin menegaskan bahwa tidak ada kenaikan tarif MRT dan LRT.
Sementara itu, bagi Transjakarta, Syafrin mengatakan bahwa tarifnya harus dipertimbangkan ulang karena sudah lebih dari dua puluh tahun yang lalu, yaitu Rp 3.500. Menurutnya, tarif tersebut tidak lagi sesuai dengan kebutuhan dan inflasi saat ini.
"Kita harus melakukan penyesuaian," kata Syafrin. "Karena tarif itu sudah lebih dari dua puluh tahun yang lalu, maka kita harus melakukan penyesuaian agar tarif tersebut tetap sesuai dengan kebutuhan masyarakat."
Syafrin juga menyebutkan bahwa inflasi saat ini telah meningkat sebesar 2,87 kali lipat. Oleh karena itu, Syafrin mengatakan bahwa penyesuaian tarif Transjakarta harus dilakukan agar tidak kalah dengan tingkat inflasi.
Dalam hal ini, Syafrin juga menyebutkan bahwa APBD DKI Jakarta 2026 telah turun sebesar Rp 15 triliun menjadi Rp 79 triliun. Menurutnya, pemotongan tersebut merupakan tantangan bagi Pemprov Jakarta untuk melakukan realokasi dan efisiensi.
"Ya, harus (BUMD putar otak). Jadi era menggunakan dana besar yang tanpa pengawalan ketat sudah lewat," kata Pramono Anung, Gubernur Jakarta.