"Tarif MRT dan LRT Jakarta Tidak Naik Meski Anggaran Berkurang"
Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Syafrin Liputo, menyatakan bahwa tarif MRT dan LRT Jakarta tidak akan naik meski anggaran Pemprov Jakarta berkurang. Analisis subsidi tarif yang dilakukan oleh pemerintah masih masuk dalam batas tarif yang berlaku saat ini.
Syafrin menjelaskan bahwa untuk perhitungan willingness to pay dan analisis ability to pay pengguna, tarif MRT dan LRT masih dalam batas Rp 13 ribu dan Rp 7 ribu per orang, masing-masing. Jika diperhitungkan, subsidi rata-rata per pelanggan sekitar Rp 6 ribu rupiah, yang masih masuk dari perhitungan mereka.
Sementara itu, Syafrin juga menyebutkan bahwa tarif Transjakarta harus dipertimbangkan dengan penyesuaian. Dia menjelaskan bahwa tarif Rp 3.500 diterapkan sejak tahun 2005 dan perlu disesuaikan dengan inflasi yang terus meningkat.
"Untuk Transjakarta, ini jika kita melakukan study, tarif itu terakhir ditetapkan pada tahun 2005. Jika melihat angka upah minimum provinsi pada saat itu, dengan saat ini, itu 6 kali lipatnya," kata Syafrin.
Dia juga menyebutkan bahwa inflasi yang terus meningkat membuat penyesuaian tarif Transjakarta dibutuhkan. "Dan jika kita mlihat angka inflasi, rata-rata inflasi kita itu 20 tahun terakhir itu 5,4. Artinya sudah ada kenaikan inflasi 186,7% inflasi. Atau jika kita samakan dengan harga barang, artinya harga-harga barang sudah ada kenaikan 2,87 kali lipat," ucapnya.
Syafrin menekankan bahwa penyesuaian tarif Transjakarta dibutuhkan untuk menjaga keberlanjutan layanan dan cost recovery minimum. "Dan oleh sebab itu, tentu penyesuaian tarif itu dibutuhkan. Kenapa, karena kita harus menjaga keberlanjutan layanan," kata dia.
Pemotongan anggaran Pemprov Jakarta dari pemerintah pusat ini menurut Syafrin menjadi tantangan untuk Jakarta. Sehingga Pemprov perlu melakukan realokasi dan efisiensi.
Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Syafrin Liputo, menyatakan bahwa tarif MRT dan LRT Jakarta tidak akan naik meski anggaran Pemprov Jakarta berkurang. Analisis subsidi tarif yang dilakukan oleh pemerintah masih masuk dalam batas tarif yang berlaku saat ini.
Syafrin menjelaskan bahwa untuk perhitungan willingness to pay dan analisis ability to pay pengguna, tarif MRT dan LRT masih dalam batas Rp 13 ribu dan Rp 7 ribu per orang, masing-masing. Jika diperhitungkan, subsidi rata-rata per pelanggan sekitar Rp 6 ribu rupiah, yang masih masuk dari perhitungan mereka.
Sementara itu, Syafrin juga menyebutkan bahwa tarif Transjakarta harus dipertimbangkan dengan penyesuaian. Dia menjelaskan bahwa tarif Rp 3.500 diterapkan sejak tahun 2005 dan perlu disesuaikan dengan inflasi yang terus meningkat.
"Untuk Transjakarta, ini jika kita melakukan study, tarif itu terakhir ditetapkan pada tahun 2005. Jika melihat angka upah minimum provinsi pada saat itu, dengan saat ini, itu 6 kali lipatnya," kata Syafrin.
Dia juga menyebutkan bahwa inflasi yang terus meningkat membuat penyesuaian tarif Transjakarta dibutuhkan. "Dan jika kita mlihat angka inflasi, rata-rata inflasi kita itu 20 tahun terakhir itu 5,4. Artinya sudah ada kenaikan inflasi 186,7% inflasi. Atau jika kita samakan dengan harga barang, artinya harga-harga barang sudah ada kenaikan 2,87 kali lipat," ucapnya.
Syafrin menekankan bahwa penyesuaian tarif Transjakarta dibutuhkan untuk menjaga keberlanjutan layanan dan cost recovery minimum. "Dan oleh sebab itu, tentu penyesuaian tarif itu dibutuhkan. Kenapa, karena kita harus menjaga keberlanjutan layanan," kata dia.
Pemotongan anggaran Pemprov Jakarta dari pemerintah pusat ini menurut Syafrin menjadi tantangan untuk Jakarta. Sehingga Pemprov perlu melakukan realokasi dan efisiensi.